Minggu, 13 September 2009

Guru Tatea Bulan

Kemelut Keluarga Guru Tatea Bulan

Alkisah seorang putra Raja Batak bernama Daeng Marata (Mangarata) adalah seorang raja bergelar Guru Tatea Bulan hidup rukun dan damai bersama istrinya Sibaso Bolon dan diwariskan ayahnya sebuah wilayah bernama Rura Limbong Mulana dan juga diwariskan sebuah pusaka berupa buku pintar bernama Pustaha Agong yang berisi sumber-sumber seperti ilmu kedatuan, ilmu gaib, ilmu hipnotis, ilmu beladiri.

Mereka sudah cukup lama mendambakan keturunan yang banyak agar kemudian keturunannya dapat menguasai wilayah yang diwariskan ayahnya kepadanya. Doanya kepada Mulajadi Nabolon (Tuhan Pencipta Alam Semesta) terkabulkan dan istrinya Sibaso Bolon hamil. Harinya tiba bagi Sibaso Bolon untuk melahirkan, kemudian seorang bayi laki-laki muncul dari rahim dan dilanjutkan oleh seorang lagi bayi perempuan dan kemudian berlanjut lahir bayi laki-laki dan kemudian perempuan dan demikian seterusnya terlahirlah sepuluh anak kembar lima berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Sepuluh anak kembar lima pasang terlahir sehat walafiat namun dua diantaranya mendapat kelainan fisik yaitu anak laki-laki yang pertamakali lahir bertubuh kate sehingga terlihat hampir seperti gumpalan daging saja karena kaki dan tangannya berukuran pendek tidak sebagaimana normalnya, sementara anak perempuan yang terakhir lahir sekilas seperti laki-laki yang berpenampilan perempuan (shemale).

Guru Tatea Bulan dan istrinya Sibaso Bolon menamai anaknya satupersatu dengan sebutan nama untuk yang pertama Gumellenggelleng dan kemudian berurutan Boru Bidinglaut, Sariburaja, Siboru Pareme, Limbongmulana, Boru Antingsabungan, Sagalaraja, Sintahaomasan, Silauraja, Boru Nantinjo. Guru Tatea Bulan dan istrinya Sibaso Bolon merasa berbahagia memelihara anak-anaknya bertumbuh menjadi dewasa dalam sebuah keluarga besar. Masing-masing anaknya, baik yang laki-laki maupun perempuan mempunyai karakter dan sejarahnya masing-masing, tak beda dengan Boru Nantinjo anak perempuan dan paling bungsu yang mempunyai kelainan karakter dan fisik sejak kelahirannya.

Pada masa itu kegiatan mereka lebih banyak dilakukan berburu atau mencari umbi-umbian untuk kehidupan sehari-hari. Walaupun mereka sudah tinggal menetap di wilayah yang diwariskan, namun mereka belum bembuka perladangan menetap melainkan hanya memanfaatkan ketersediaan pangan oleh alam.

Selama masa hidup Guru Tatea Bulan dan istrinya, kelainan fisik Boru Nantinjo merupakan rahasia keluarga yang hanya diketahui oleh 3 orang saja di dunia ini yaitu Nantinjo sendiri, ibunya Sibaso Bolon dan ayahnya Guru Tatea Bulan. Setelah ayahnya dan ibunya meninggal maka hanya dia sendirilah yang mengetahui rahasia kelainan fisiknya. Sepintas Nantinjo terlihat sama sebagaimana anak perempuan lainnya. Fisiknya bertumbuh sebagaimana anak gadis lainnya berwajah cantik, berambut panjang, buah dada yang montok, dan suara merdu, dan rajin bekerja mengerjakan pekerjaan perempuan seperti menganyam tikar, atau menenun ulos, dan perilaku memang 100% sebagaimana perempuan lainnya. Kenyataannya bahwa alat kelaminnya tidaklah sebagaimana perempuan memiliki vagina, tetapi Nantijo malah memiliki alat kelamin laki-laki yang menonjol sebagaimana penis laki-laki (shemale). Oleh karena mereka 10 orang 5 pasang kembar yang bertumbuh dewasa secara bersama-sama maka rahasia kelainannya ini tidak diketahui oleh abang dan kakak lainnya.

Semasa kedua orang tua mereka masih hidup, Gumellenggelleng (gelleng = kecil) karena badannya kerdil sangat ingin memimpin menjadi pemimpin dari semua adik-adiknya akan tetapi dia menyadari bahwa fisiknya hanyalah seorang kate yang tidak segagah adik-adiknya yang memang secara fisik pantas menjadi raja, maka gumellenggelleng selalu merasa rendah diri apabila percekcokan diantara kakak beradik yang harus diselesaikan. Pada masa itu terjadi pula skandal percintaan antara kakak beradik kembar yaitu Sariburaja memadu cinta dengan kembarannya bernama Siboru Pareme. Skandal ini semakin jauh dan mereka melakukan incest antara kakak beradik sehingga Siboru Pareme hamil.

Peristiwa percintaan ini masih belum diketahui oleh saudara-saudara lainnya akan tetapi Guru Tatea Bulan secara gaib sudah didatangi oleh Mulajadi Nabolon bahwa anaknya yang bernama Sariburaja dan Siboru Pareme sudah berbuat kesalahan melanggar hukum yang dititahkan, maka Guru Tatea Bulan harus menyediakan kuban manusia sebagai tebusannya. Rencana pemberian kurban oleh Guru Tatea Bulan sempat didengar oleh Biakbiak, maka dia memohon kepada ibunya agar dia diungsikan saja supaya ketika Mulajadi Nabolon datang maka dia tidak terlihat olehnya untuk diminta sebagai kurban. Gumellenggelleng beranggapan bahwa dia adalah sebagai orang yang tidak sempurnah fisik dan pastilah dia yang akan ditawarkan oleh ayahnya sebagai kurban kepada Mulajadi Nabolon, sementara saudara-saudaranya yang sedang berkumpul berkeliling untuk menyaksikan acara kurban persembahan itu adalah orang-orang yang sempurnah fisik. Permintaannya dikabulkan oleh ibunya dan mengungsikannya ke Pusuk Buhit, sementara Guru Tatea bulan sudah mengetahui bahwa Saribu Rajalah yang akan diminta oleh Mulajadi Nabolon sebagai kurban persembahan.

Mulajadi Nabolon datang berkunjung untuk meminta kurban yang dijanjikan, maka Sariburaja disembelih oleh Guru Tatea Bulan dan dipotong-potong bagian tubuhnya untuk dijadikan kurban yang akan dimasak di dalam sebuah wadah. Sewaktu potongan tubuh Sariburaja dimasukkan kedalam wadah untuk memasaknya maka Mulajadi Nabolon mengetahui kepasrahan dan kesetiaan kedua orangtua ini kepada Pencipta Alam Semesta Mulajadi Nabolon, dan Mulajadi Nabolon dengan kuasanya memanggil Sariburaja kembali keluar dari wadah tempat dia dimasak sebagai kurban, dia kembali menjadi manusia utuh sebagaimana sebelumnya. Sariburaja melumpat keluar dan duduk diantara saudara-saudaranya seolah-olah sebagai posisi raja.

Ujian terhadap kesetiaan Guru Tatea bulan lulus dihadapan Mulajadi Nabolon, maka Mulajadi Nabolon bermaksud akan pergi pulang ke kerajaannya melalui Pusuk Buhit. Di Pusuk Buhit, dia berjumpa dengan Gumellenggelleng dan bertanya “Siapa yang membawa kau kesini?”, lalu dijawab Gumellenggelleng bahwa dia telah meminta ibunya untuk menghantarnya ke Pusuk Buhit untuk bersembunyi karena takut menjadi kurban persembahan. “Kalau begitu, apa yang kau inginkan?” tanya Mulajadi Nabolon, lalu dijawab oleh Gumellenggelleng bahwa kalau boleh dia dijadikan oleh Mulajadi Naboleon menjadi raja diantara saudara-saudaranya karena dia adalah sebagai putra yang sulung dan pertama keluar dari rahim ibunya, jadi pantaslah dia yang menjadi raja. Kemudian lanjutnya, “tapi apa dayaku sebagai orang tak sempurnah sebagai manusia yang selalu dianggap remeh oleh saudara-saudaraku.”

Mulajadi Nabolon mengabulkan permintaan Gumellenggelleng dan seketika tubuh Gumellenggelleng berubah menjadi manusia yang sempurnah yang memiliki kaki dan tangan bertumbuh normal. Lalu dia diberi kuasa oleh Mulajadi Nabolon menjadi orang sakti yang disebut namanya menjadi Raja Biakbiak. Mulajadi Nabolon kemudian pergi ke tahtahnya melalui Pusuk Buhit setelah menyempurnahkan Biakbiak menjadi raja pertapa sakti.

Anak-naknya yang lain membawa sejarahnya masing-masing, seperti Siboru Bidinglaut kembaran Gumellenggelleng hilang entah kemana karena dia pergi mencari saudaranya yaitu adik dibawahnya bernama Sariburaja yang menyingkir akan mendapat hukuman bunuh dari 3 orang adik-adik laki-laki dibawahnya. Siboru Bidinglaut dalam pencaharian adiknya Sariburaja banyak mengalami kendala hidup sehingga dia terdampar di laut selatan dan dipercaya menjadi sosok Nyi Roro Kidul yang menjadi penguasa laut pantai selatan Indonesia.

Limbongmulana, Sagalaraja, Silauraja membentuk rumahtangganya masing-masing dan membuka kampung sendiri-sendiri secara terpisah dan berketurunan disana. Masih semasa hidup Guru Tatea Bulan dan istrinya Sibaso Bolon, kemelut keluarga diantara anak-anaknya sudah membuatnya merasa bersalah tidak mampu membina keluarganya dengan baik sehingga anak-anaknya banyak yang berbuat salah terhadap hukum-hukum yang dititahkan oleh Mulajadi Nabolon sebagai tuhan pencipta yang berkuasa atas alam semesta. Mereka berdua suami istri menjadi sakit dan akhirnya meninggal dunia di dalam kesemrautan kehidupan anak-anaknya.

Guru Tatea Bulan dan istrinya Sibaso Bolon meninggal dunia dengan meninggalkan keberagaman sejarah anak-anaknya. Hubungan diantara semua anak-anaknya tidaklah menjadi seakur sewaktu mereka masih hidup mendampingi dan membina anak-anaknya sebagaimana orang tua berharap kepada kebaikan semua anaknya.