Sabtu, 12 Juni 2010

Nasib dan Momok Pikiran

Cerita ini dipetik dari “World and I” yang menceritakan ceriat pendek dari Tanah Batak, karangan Jan Knappert seorang professor tentang bahasa-bahasa Asia dan Afrika di Universitas Leuven-Belgia




Raja Doli Martua adalah seorang raja yang bijaksana di Tanah Batak dahulu kala. Setiap kali dia menyampaikan perkataannya kepada masyarakatnya, para tetua mengagumi setiap kata dan apa yang diucapkannya. Sia juga adalah seorang yang sangat kaya raya, tetapi dia tidak mempunyai keturunan. Oleh karena itu, dia menyadari bahwa dia adalah orang yang sangat malang diseluruh kerajaannya. Dia kemudia mengawini wanita lain sebagai istrinya yang kedua, kemudian yang ketiga dari keluarga yang dikenal memiliki banyak keturunan, tetapi keinginannya yang utama tidak juga terpenuhi. Akhirnya dia bersujud berdoa kepada Tuhan yang maha tinggi Mulajadi Nabolon: “ Oh, Tuhan, dengarlah doaku. Engkau telah memberikan saudaraku tujuh orang keturunannya. Jika engkau tidak memberikan aku tujuh keturunan, berilah aku enam keturunan. Jikapun tidak engkau berikan enam keturunan, berikan saya lima keturunan. Jikapun tidak lima keturunan, berikan aku empat, atau tiga atau dua, atau bahkan satu saja, tetapi janganlah biarkan saya mati tanpa memiliki keturunan.”

Beberapa bulan setelah doanya yang khusuk itu, istri ketiga dari raja itu memberitahukan bahwa dia sedang hamil. Kemudian dia melahirkan. Tetapi anak yang lahir itu tidak sempurnah, bahkan lebih buruk daaripada anak-anak yang pernah lahir ke dunia. Bayi yang lahir itu hanyalah berbentuk setengah laki-laki, kepalanya hanya setengah, kakinya hanya satu, lengannya hanya satu, punggungnya hanya sebelah, matanya hanya satu, telinganya hanya satu, hidungnya hanya satu lubang, dadanya hanya sebelah, pantatnyapun hanya sebelah. Maka mereka menyebut nama bayim itu Siaji Sambola, (Seorang yang hanya memiliki tubuh setengah saja.)

Abyi itu tidak mati sebagaimana yang dianggap oleh orang banyak, tetapi dia tetap tumbuh menjadi besar sebagaimana biasanya. Dia mulai belajar berbicara dengan mulutnya yang setengah itu dan dia mulai merangkah dengan melompat dengan satu kakinya. Sesungguhnya dia adalah seorang anak yang tidak mendapat kebahagiaan karena selalu bermurung. Setiap petang dia selalu terlihat duduk didepan istana ayahnya, selalu memandang langit diarah barat. Suatu hari, sewaktu dia sudah benar dewasa, dia memutuskan bahwa dia meniatkan sesuatu yang diimpikannya. Dia akan pergi mencari Mulajadi, yang menciptakan leluhurnya dan semua Bangsa Batak. Maka dia berjalan pincang dengan tongkatnya denga satu tangannya, kearah matahari terbenam.

Dia telah diberitahukan oleh orang-orang tua bahwa gerbang menuju surga adalah disebelah barat. Bisakah dia sampai dengan tubuhnya yang setengah itu? Sewaktu akhirnya dia sampai dikaki langit, Mulajadi mengirim Mandi (Leangleangmandi, red.), seekor burung laying-layang sakti, untuk menjemput anak itu. Burung layanglayang sakti itu berkata kepada Siaji Saqmbola: “Mari sini dan duduklah diantara sayap-sayapku ini dan aku akan membawamu ke Surga.”

Sebelum sampai di singgasana Yang Maha Kuasa, anak setengah badan itu bersujud dengan penuh hormat dan berkata: “Ompung, mengapa engkau membuat saya berbeda dengan anak lainnya? Orang-orang selalu mengejek saya, membuat saya sangat bersedih. Tak seorangpun wanita mau melirik saya kecuali hanya melihat sinis dan merasa jijik. Tak akan ada yang mau menikah dengan saya, walaupun ayahu mampu membayar mahar jauh lebih tinggi dari yang mampu diberikan orang lain. Tuhan yang termulia, aku sedang mencari kesempurnahan, berilah aku tubuh yang sempurnah!”

“Bentukmu yang setengah itu adalah wujud dari ketidakpatuhan dari rohmu,” demikian jawaban Tuhan. “Roh itu tidak akan masuk kepada tubuh yang tak sempurnah, sebagaimana saya sudah titahkan. Tondi itu tidak akan betah tinggal. Mereka terlalu tergesa-gesa, beberapa diantara mereka mengambil dedaunan dari pohon kehidupan tanpa melihat tanda-tanda yang termateraikan. Boleh jadi itu adalah mengandung nasib buruk. Orang-orang yang demikian mungkin akan menjadi pencuri atau pembunuh. Marilah kesini ke Langit ke Enam, dan aku akan memperlihatkan apa masalah yang terjadi padamu.”

Dalam sekejap Tuhan dan anak setengah badan itu sampai di Langit Keenam dari Langit Ketujuh. Disana Mulajadi merkata: “Lihatlah anakku, tondimu sebenarnya diberikan tubuh yang sempurnah. Aku sebenarnya telah menentukan untuk mendapatkan masa depan yang indah, akhir yang agung. Tetapi tondimu mengatakan: “Takdir ini terlalu berat, dan akan membuat saya terlalu berat membawanya ke bumi. Bolehkah engkau memotongnya setengahnya saja? Lalu saya memotong takdirmu menjadi setengahnya dan badanmupun menjadi demikian, karena hanya sedemikian saja rohmu memilih tempatnya. Tetapi kali ini. aku kasihan kepadamu, Aku berjanji memberimu apa yang belum pernah diberikan kepada manusia untuk memilih. Kesinilah, Aku akan memisah takdirmu menjadi dua. Sekarang pilihlah dengan seksama, karena kau tidak punya pilihan ketiga.

Disana, dihadapan Siaji Sambola, sejumlah kehidupan digelarkan: sebuah kehidupan yang penuh dengan petualangan, yang lainnya diisi dengan cinta dan kebencian, yang lainnya penuh dengan kerja keras membanting tulang, dan juga kehidupan yang seperti ayahnya yang penuh dengan kemegahan dan penuh tanggung jawab. Tetapi Sianak setengah tubuh khawatir akan tugas-tugasnya. “Tolonglah Ompung,” diapun mencoba berdalih. “Semua kehidupan yang ditawarkan terlalu berat bagi saya, aku tak mampu menjalaninya. Lihatlah semua perasaan emosi ini, pekerjaan dan tanggungjawab! Mereka semua akan menghancurkan saya atau memperbudak saya. Kini saya jadi faham. Bolehkah saya mengambil takdir ringan saya yang asli sebelumnya itu?”

“Yah, bolehlah kau ambil lagi,” demikian jawab Tuhan. “Tetapi ingat, setelah itu, kamu tidak boleh komplain lagi. Kamu akan tetap hidup dengan setengah tubuh. Hanya ada satu solusi, satu yang tidak pernah aku tawarkan kepada manusia. Aku dapat meleburmu kembali dan mencetakmu menjadi tubuh baru.”

“Ya, tolonglah Ompung!” demikian anak setengah badan itu memelas. “Leburkanlah saya, buatlah tubuh yang jelak ini musnah. Berikanlah saya tubuh manusia yang normal, tanpa ada sesuatu yang mengerikan dengan kehidupan yang berat dihadapanku!”

Mulajadi meletakkan anak setengah tubuh itu kedalam kuali peleburan logam yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Setelah enam kali ternyata anak setengah tubuh itu gagal mendapatkan tubuh yang baru. Setelah pembuatan yang ketujuh kalinya maka terjadilah tubuh yang lengkap, ringan dan seperti angina, rapuh seperti kaca dan tidak kokoh, tetapi penampilan luarnya memang sempurnah. Maka akhirnya Siaji Sambola pun pilang kerumahnya, sebagai mana bentuk manusia sempurnah yang hanya diluarnya saja.