Selasa, 25 Mei 2010

Raja Lontung dan Ibu Kandungnya

Memang sungguh berat penderitaan seorang istri yang ditinggal sendiri bersama seorang anak oleh suami yang pergi merantau entah kemana tak tau rimbanya. Demikian pula derita yang dialami oleh Siboru Pareme setelah kejadian ditinggal pergi oleh suami yang juga sebagai saudara kandungnya sendiri. Apalagi dia mendapat beban untuk memelihara anaknya tercinta yang diberinama Lontung. Kepergian sang suami memang bukan karena ada tujuan tertentu akan tetapi memang demikianlah adanya bahwa Sariburaja adalah kembarannya yang menjadi bapak dari anaknya itu pergi melanglang buana karena melarikan diri untuk menghindari hukuman dari saudara-saudaranya sendiri, karena perbuatan terlarang yang diperbuatnya kepada kembaran perempuannya itu, bahkan anak yang lahir itupun tidak sempat dilihatnya bertumbuh.

Siboru Pareme dan anaknya Lontung tinggal di Bukit Sibulan. Mereka hidup sederhana yang hanya mengandalkan kemurahan alam untuk menghidupi mereka.Namun demikian dia dapat menghidupi anaknya bertumbuh dalam keprihatinan itu, walaupun terkadang dia bertanya dalam hati mengapa Sariburaja suaminya harus jauh darinya sehingga tidak ada lagi waktu untuk bercengkerama atau paling tidak berkasihkasihan dimasa muda yang masih memerlukan belaian kasih sayang baik dikala suka dan duka kehidupan.

Lontung sudah cukup dewasa untuk pergi berburu binatang agar mereka mendapatkan makanan enak yang bergizi. Tubuhnya yang kuat dan kekar memampukan dia untuk selalu berhasil mendapatkan buruannya seperti babi dan rusa. Kalaupun waktu sedang apes, dia selalu membawa hasil buruan paling tidak burung atau ruba dan musang. Makanan yang penuh gizi dan kalori tinggi ini membuatnya memiliki tubuh seorang pemuda kekar dan perkasa. Demikian pula ibunya Siborupareme memang masih muda dan berperawakan cantik rupawan, dan bahkan terlihat jelita dengan wajah ceria merona diusia yang sedang matang-matangnya sebagai perempuan.

Karena tinggal hanya sendiri digubuknya, terkadang dia sering merasa kesepian sambil menanti anaknya pulang dari berburu atau dari ladang. Dia menjadi terkenang akan kehidupannya dahulu sewaktu masih tinggal bersama orangtua dan saudarasaudaranya.  Dia juga sering terkenang kepada saudara kembarannya Sariburaja yang menjadi suaminya, dimana mereka dahulu elalu pergi bersama-sama ke ladang. Dan bahkan dia terkenang kepada perbuatan mereka yang saling berkasihkasihan dibawah rimbunnya rumpun bambu. Dia terkenang juga bagaimana keringat mereka bercucuran sewaktu bergelut berguling-guling diatas hamparan dedaunan kering yang mereka benahi untuk menikmati kehangatan tubuh dan memahami hidup baru yang mereka belum pernah rasakan sebelumnya. Terkadang merinding bulu-bulu tubuhnya bila mengingat kejadian itu dimana dia merasakan nikmat dan kelembutan, serta greget rasukan cinta. Tetapi semakin terngiang kepada peristiwa yang tak terlupakan itu maka semakin tersiksa dirinya lahir dan batin karena tidak bisalagi dia merasakan nikmat yang pernah dirasa menjadi hilang begitu saja.

Semasa Lontung masih kecil, tidak pernah terpikirkan olehnya apa yang terjadi termasuk apa yang selalu dipikirkan oleh ibunya. Walaupun ada rintangan dan tantangan hidup yang dihadapi oleh ibunya, dia tidak pernah menggubris suasana itu karena dia memang belum mampu menjangkau pemikiran yang demikian. Kalau dahulu dia masih sering diajak oleh ibunya untuk mandi bersama di pancuran atau di sungai, tetapi dia merasa sudah lama ibunya itu mengajak dia karena memang sudah tak mungkin lagi ibunya itu mampu menggendong-gendongnya seperti dulu.

Disutu ketika sewaktu Lontungan sedang terbaring di gubuknya, Siboru Pareme merasa terpana dan tergiur menatap kekekaran tubuh anaknya itu. Bahkan tak sadar air liurnya yang hampir meleleh dari bibirnya membuatnya tersentak dari lamunan kesadarannya. Terkadan hampir-hampir dia tak tahan untuk mengelus tubuh anaknya yang kekar itu, tetapi selalu saja tertahan hasratnya dan membatalkan niatnya itu.

Sudah sering dan berulang-ulang suasana hati yang demikian dirasakan oleh Siborupareme dan bahkan gelora dihatinya itu membuat mulutnya terkatup sehingga Siboruparemelebih sering berdiamdiam seribu bahasa. Demikian pula Lontungan yang sudah berbinar darahmudanya selalu juga melirik secara sembunyi melihat kecantikan wajah ibunya itu.

Pernah juga disuatu sore terjadi sewaktu Lontungan sedang duduk-duduk mengamati ibunya yang sedang mandi bunga (marpangir) ditepi sungai. Pada saat itu saatnya matahari condong dibalik bebukitan menjelang terbenam sehingga suasana hari menjadi redup dari pancaran sinarnya sehingga memang menyejukkan untuk mandi. Siboruparema mengetahui anaknya sedang mengamatinya mandi tetapi dia seolaholah tidak tau, agar anaknya itu memang diinginkannya tetap melihat dia mandi, bahkan dia semakin memperlama mandinya yaitu dengan mengulangi menggosok-gosok tubuhnya dengan jeruk purut lainnya.

Walaupun suasana pada hari itu sudah sejuk karena sinar matahari sudah bersembunyi dibalik gunung tetapi tubuh Lontungan malah menghangat dan darah yang mengalir ditubuhnya menggetarkan sendi-sendi tubuhnya. Hampir saja dia melangkahkan kakinya mendekati ibunya yang sedang mandi itu supaya dia bisa melampiaskan greget yang ada dalam pikirannya. Tetapi niatan itu dibatalkannya dan dia mampu mengalahkan niat jahat darahmudanya dan sewaktu dia tersadar, maka timbul rasa malu dalam dirinya. Tapi hanya sebentar itusaja dia tersadar dan tubuhnya kembali hangat terbakar oleh darah mudanya bahkan kepalanya menjadi pusing menahan gejolak keinginan untuk menerkam ibunya itu. Diapun menjadi gelisah tak mampu menguasai akal sehatnya.

Sewaktu dilihatnya ibunya bergerak akan pulang ke gubuk, seketika dia melumpat menyingkir dan agak berlari agar dia lebih dulu sampai digubuknya itu dan dia berpurapura tidur dan berbaring seperti orang yang sedang sakit. Setelah ibunya sampai di gubuk dan melihat anaknya sedang terbaring, maka dia membalikkan kepala anaknya itu agar saling berhadapan muka, tetapi Lontung memejamkan matanya karena masih ada rasa malu dalam dirinya. Oleh karena itu Siborupareme mengoleskan sedikit minyak ke bagian mata Lontungan sambil mendongokkan wajahnya yang sudah bersih berseri itu. Setelah dia mengurut kening anaknya itu lalu dia merebahkan kepala anaknya itu dipangkuannya sambil memeliknya. Lontung merasakan kelembutan sewaktu buah dada ibunya itu tersentuh ke wajahnya dan seketika ibunya itu membukakan kelopak mata anaknya itu dengan jari-jarinya, lalu mereka saling berpandangan. Diciumnya anaknya itu dan dipeluknya dengan gemas, dan diapun menerawangkan dirinya merasakan enaknya berumahtangga hidup bersama suami. Dia sudah terlupa bahwa lelaki yang dipeluknya itu adalah anaknya sendiri tetapi dia merasakan bahwa dia adalah suaminya.

Entah berapalama Siborupareme menikmati berpelukan dengan anaknya itu, seketika terlintas dipikirannya sebuah skenario yang akan dilakukannya. Dia lantas mendudukkan anaknya itu dan mulai menyampaikan maksudnya kepada anaknya itu: "Begini anakku, kau sudah dewasa, pergilah kau mencari istri, berangkatlah kau mempersunting putri pamanmu di Sianjurmulamula. Aku sudah melihat apa yang ada dalam hatimu karena memang benar kau sudah dewasa. Begitupun, kita harus memohon kepada Tuhan Mulajadi Nabolon agar kau diijinkan bertemu dengan putri pamanmu di Sianjurmulamula, dan itulah yang akan menjadi istrimu. Oleh karena itu, kalau kau sudah merasa sehat, bersiapsiaplah untuk pergi. Putri pamanmu itu mirip dengan aku, bahkan sangat mirip, wajahnya, rambutnya, perawakannya, tingginya memang sangat mirip dengan aku. Biasanya dia mengambil air pada sore menjelang malam atau pagi hari. Apabila kau ada yang mirip seperti aku seperti yang aku jelaskan tadi, coba tegaskan apakah memang benar dia putri pamanmu. Coba pasangkan cincin ini dijarinya dan kalau semu cirinya cocok, sudah pasti itu adalah putri pamanmu. Kau harus pintar merayunya, supa mau dia kau ajak ke kampung kita ini, karena bila dia yang akan membawamu ke kampung pamanmu maka kita harus menyediakan tuntutan adat dan mereka pasti akan meminta mahar seperti kerbau, lembu, seperangkat gong, termasuk emas dan uang, padahal tak ada yang ditinggalkan bapakmu kepada kita. Kalau demikian yang terjadi, biasanya kau akan dipekerjakan paling tidak selama setahun-duatahun barulah dinilai apakah kau pantas jadi menantunya. Jadi, kau harus benar-benar pintar merayunya dan kalau boleh paksakan dia ikut ke kampung kita. Nanti dikemudian hari baru kita berkunjung menjumpai pamanmu untuk menyatakan bahwa putrinya ada disini bersama kita."

Mendengar penjelasan dari ibunya itu maka dia semakin semangat dan diapun mengangguk tanda setuju untuk berangkat besok hari. Ibunya mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawa besok, termasuk barang-barang yang akan ditunjukkan kepada putri pamannya itu.Lalu ibunya menjelaskan jalur jalan yang akan ditujunya menyusuri tepi pantai danau dan terus berjalan sampai disuatu tempat dimana harus mendaki menuju gunung Pusuk Buhit. Setelah kau temukan tempat pemandian disitulah kau menunggu kedatangan putri pamanmu itu, dan pada siang hari di hari kedua maka kau pasti melihat dia sedang mandi bunga (marpangir).

Sementara itu ibunya Siborupareme sudah semakin bersemangat dimana semua persendian tubuhnya seolah hidup kembali bagaikan putri yang sedang dipersunting pangeran tampan. Setelah dia melihat anaknya berjalan turun menuju tepian danau, diapun segera bersiapsiap membawa perlengkapan yang biasa dibawanya bila akan mandi kembang ke pemandian. Dia sudah mempersiapkannya segala sesuatunnya sejak malam hari agar dia dapat berjalan mendahului anaknya sampai dipemandian itu. Oleh karena itu, sebelum Lontung sampai maka ibunya sudah tergesagesa berlari agar lebih dahulu sampai ditempat yang dituju itu.

Setelah hari ke dua pagi harinya Siborupareme sudah sampai ditempat pemandian. Dia meletakkan sepotong bambu yang biasanya digunakan untuk mengambil air dan dia mulai membuat nyanyian bertutur (andung-andung) yang mengisahkan penantian seorang pemuda anak bibinya. Oleh karena sudah agak lama Siborupareme menanti di dalam air sehingga kulitnya terlihat agak hitam. Menjelang tengah hari dan tubuhnya sudah semakin kedinginan di dalam air itu dan dia merasa agak khawatir apakah anaknya yang dinantikannya itu kesasar. Perasaan takut itu membuat kecantikannya agak berubah sedikit dibanding dua hari lalu yang begitu berbinar wajahnya. Ada terbetik dalam hatinya apakah nantinya Lontung menjadi tidak suka kepadanya karena kulitnya sudah semakin menghitam.

Walaupun demikian, dia masih menenangkan hatinya lalu duduk dibatu dimana dia akan mandi kembang dan berada pada posisi membelakangi jalan masuk ke pemandian itu dengan maksud agar punggungnya tampak jelas bila Lontung datang ketempat itu. Tidak berapalama ada terdengar dari arah bawah suara gemerecik ranting dan dia merasa yakin Lontung sudah datang dari arah suara itu. Lontung sudah kelelahan mencari tempat itu selama dua hari ini sehingga dia terengahengah, tetapi letihnya segera sirna karena dia melihat seorang perempuan sedang berada dipemandian. Dia mengambil posisi duduk sebentar untuk mengembalikan keletihan nafasnya yang sedang terengahengah lalu terbesit dipikirannya: "Benar juga yang dikatakan ibu itu, memang ada perempuan dipemandian itu", pikirnya.

Setelah dia menyimak lagu tembang yang dialunkan perempuan itu maka dia merasa yakin bahwa itulah yang dimaksudkan ibunya sebagai putri pamannya. "Kayaknya dia memang sudah menunggu kedatangan anak bibinya". Lalu dia mengucapkan syukur kepada Tuhan Mulajadi Nabolon.

Kemudian Lontung berdiri dan meyakinkan dirinya untuk menghampiri putri pamannya itu. Setelah berjalan beberapa jauh, sejarak yang mampu untuk berkomunikasi dalu dia bersuara, "Halloooo yang ada di pemandian!" serunya dengan suara yang agak keras, tetapi tidak segera ada jawaban. Karena tidak ada suara maka dia merasa kecut juga karena memang biasa juga terjadi setan ada dipemandian. Tetapi kemudian pikirnya, "inikan siang hari, mana mungkin ada setan!" pikirnya. Lalu dia mengulangi panggilannya, "Hallloooo yang ada dipemandian! aku sudah haus dan mau kearah situ", serunya agak kuat. Tetapi masih belum ada sahutan dari seberang sana. Perempuan itu hanya menoleh sekejap kearah suara yang memanggil dan kemudian melanjutkan mandi kembangnya. Untuk ketigakalinya Lontung memanggil orang yang ada dipemandian itu sambil melangkahkan kakinya menuju pemandian itu.

Setelah sampai dipemandian dan bertemu pandang dengan perempuan yang mandi itu lalu dia berkata, "Kalau memang setan ya setan ibulah kamu, kalau memang seorang putri, ya putri pamanku lah kamu. Aku hanya mau minta sedikit air untuk minum karena aku sangat haus, kalau memang nggak keberatan." Perempuan itupun memberikan air yang diminta Lontung dan diapun lantas meminumnya.

"Sepertinya anda orang baru, siapakah anda ini dan mau kemana tujuannya?" demikian sapaan perempuan itu. Karena perempuan itu memulai dengan pertanyaannya maka Lontung merasa tersambut dan senang hatinya, lalu dia menjawab; "Memang iya ito, tetapi kalau nggak salah ito adalah putri paman saya? aku memang sengaja diberangkatkan oleh ibuku untuk menjumpai putri pamanku di pemandian ini." Demikian jawab Lontung. Kemudian lanjutnya, "Tetapi bukan asalan putri paman, karena ibuku menyebutkan ada tanda-tanda yang mengenalkan?" demikian kata Lontung menyelidik. "Akupun demikian, aku seorang putri yang sedang menantikan seorang putra bibiku bernama Siborupareme", demikan disebutkan perempuan itu nama ibu Lontung maka dia merasa yakin yang ada dihadapannya memang benar putri paman yang disebutkan oleh ibunya itu.

Tetapi Lontung masih belum begitu yakin walaupun memang mirip seperti yang diceritakan oleh ibunya, "Tetapi kok agak hitam dan jari-jarinya terlihat kecil," pikirnya dalam hati. Hatinya pun agak goyah juga untuk meyakini apakah memang benar perempuan ini putri paman yang dimaksud oleh ibunya itu. Melihat gelagat yang agak kurang yakin pada diri Lontung maka Siborupareme berdiri dari pemandian itu sambil membelakangi Lontung. Lantas Lontug merasa yakin setelah melihat tubuh perempuan itu dari belakang memang cantik, bahwa tingginya dan rambutnya memang persis sama seperti yang diceritakan. "Kalau hanya kulitnya yang agak hitam ya nggak apalah itu," demikian pikirnya dalam hati.

Lalu perempuan itu membuka pembicaraan,"kalau memang harus memenuhi ketentuan adat, ayo kita ke kampung ayah saja!". Mendengarkan itu Lontung menjadi takut, karena dia memang belum pernah mengerti perkataan adat istiadat, dan memang belum pernah tau bagaimana meminang seorang gadis, termasuk belum pernah dia merantau ke kampung lain. Dengan segera dia membalas perkataan perempuan itu dan berkata, "kalau memang benar kau putri pamanku berikanlah aku air untuk minum". Perempuan itu memberikan air itu tetapi Lontung meremas jari-jari tangan perempuan itu sewaktu menerima air pemberiannya, lalu dia mengeluarkan cincin yang dipesankan oleh ibunya untuk disematkan pada jari-jari perempuan itu. Tetapi karena jarijari perempuan itu sudh mengecil selama berendam dalam air sehingga cincin itu kurang pas, tetapi masih ada yang dia mau berikan sebagai penegasan pembuktian bahwa itu adalah putri pamannya dan dia mengeluarkannya dan kebetulan memang cocok. Maka yakinlah Lontung bahwa perempuan itu memang putri pamannya.

Pada awalnya perempuan itu pura-pura menolak sambil menegaskan supaya mereka berdua pergi menghadap bapaknya dan orang tuatua kampung. Lontung menjadi semakin takut karena dia merasa akan berhutang besar kepada pamannya padahal dia tidak punya harta apaapa. Oleh karena itu dia lantas merayu , "Aku tidak menolak untuk membawa kau ke kampung paman tetapi aku sudah sangat yakin bahwa kau memang putri pamanku dan ibuku sudah memesan agar kau kubawa saja kekampungku menjumpai ibu".

Kemudian Lontung meraih tangan perempuan itu sambil membawanya jalan kearah kampungnya. Diperjalanan dia selalu mengiyakan apasaja yang diminta oleh perempuan itu. Setelah berjalan sedemikian jauh, perempuan itu berkata, "Kakiku sudah letih berjalan, kita bermalam di liang ini saja supaya bisa kita memulihkan tenaga untuk melanjutkan perjalanan besok". demikian kata perempuan itu sambil meninjukkan gua kecil yang ada disitu.

Lontung menyetujuinya dan mereka tinggal untuk bermalam di gua itu. Terkadang memang tidak dapat disembunyikan gelora yang menyesak didada seperti itu juga Siborupareme yang sudah gregetan dengan gelora birahi, bahkan dia berpikir agar tidak ada halangan yang mengganggu. "Bukan hanya keinginan hatiku, tetapi hasrat anakku inipun sudah memuncak, jadi sekarang saja dilakukan," demikian terbesit dihati Siborupareme. Setelah hari mulai gelap sewaktu dia merebahkan tubuhnya, dia mulai menggeserkan tubuhnya mendekat ke Lontung.

"Sudah semakin kencang hembusan angin dari danau dan udaranyapun sudah dingin" demikian dibisikkan Siboruparema langsung ketelinga Lontung. Merekapun semakin merasakan nikmatnya suasana malam. Sebenarnya Lontung sudah sedari tadi menggelora birahinya namun karena dia merasa malu karena baru berjumpa sehingga dia menahan hasratnya sehingga dia kelihatan seperti orang bego saja. Oleh karena itu Siborupareme menarik tangannya dan menempelkannya dibagian dadanya lalu dipeluknya Lontung dengan erat dan gemas. Nafas Lontung seperti sesak dan tak mampu lagi membedakan mana kepala dan mana kaki karena demikian eratnya dipeluk Siborupareme. Nafasnya terdengar tersengalsengal dan seluruh ototnyapun terasa menegang. Perempuan itupun semakin  menggila karena dia sudah pernah merasakan nikmatnya bercinta dengan kembarannya dulu dan saat inipun dia sangat ingin melampiaskan hasrat yang sudah menggebugebu itu. Dia sudah tidak mengenal lagi mana saudara sedarah dan mana anak kandung karena gelora nafsu birahinya sudah tak adalagi yang mampu meredamnya karena suasana dan alam sekitar seolah mengijinkan semua itu terjadi untuk memenuhi kenikmatan. Sudah sekian lama dia tidak menikmati hajat tubuhnya sejak ditinggal suaminya sehingga dia selama ini tersiasiakan tanpa terpenuhi hasrat nafsu badani. Demikian pula Lontung bagaikan kerbau remaja yang baru dilepas dari kandangnya menggeliat kekiri dan kekanan meresapi nikmatnya hidup, dia tidak sadar bahwa yang ditungganginya adalah ibunya sendiri. Sebentar kemudian mereka berdua sepertinya menyepakati irama klimak untuk dicapai secara bersamaan, dan sesaat irama itupun luruh mulai melemas, tubuh mereka seolah luruh tak bertenaga tersedot oleh kenikmatan badani. Kedua tubuh terkulai lemah lunglai menggelepar dan tertidur pulas karena keletihan diiringi berjalannya waktu dikegelapan malam yang dingin.
 
Keesokan harinya mereka terbangun dan berkemas untuk melanjutkan perjalanannya. Selepas tengah hari mereka sudah sampai digubug ibunya. Sesampai digubuk itu Lontung segera berkemas membereskan yang ada di gubuk itu. Lontung bergerak kesana kemari sambil memanggil ibunya yang tentu saja tidak ditemukannya tetapi dia menyangka ibunya sedang pergi mencari kayu bakar atau makanan.
 
Setelah menunggu beberapa lama tidak juga muncul ibunya, diapun berkata kepada Siborupareme, "mungkin ibu sedang mencari makanan untuk menyambut menantunya, sebaiknya kita berteduk saja dibawah pohon disamping gubuk ini, karena hari sudah mulai teduh:, demikian katanya kepada Siborupareme. Lontung melangkah keluar untuk berteduh dibawah pohon rindang itu lalu dia merebahkan tubuhnya yang dihembus oleh angin sepoi-sepoi lalu dia memanggil putri pamannya itu. Pada awalnya panggilan itu pura-pura tidk didengar oleh Siborupareme sehingga Lontung menghampirinya dan mengiringnya untuk duduk dibawah pohon itu. Perempuan itupun kemudian berkata, "Aku mau tidur saja di gubuk karena kakiku sudah letih selama perjalanan tadi". "Betul juga," pikir Lontung dalam hatinya, lalu dihantarnya perempuan itu kembali ke gubuk dan dia berniat untuk mencari dimana ibunya berada.
 
Kemudian Lontung pergi ke ladang arah tempat pemandian karena mungkin ibunya sedang mandi disitu. Sebentar dia mengamati tetapi tidak ada tanda-tanda dan yang terlihat ada bampu tempat mengambil air, lalu dia menyingkir agak menjauh maksudnya supaya tidak kepergok malu melihat ibunya mandi. Dari agak kejauhan dicobanya untuk memanggil ibunya tetapi tidak ada sahutan, kemudia pikirnya, "biar ajalah mandi mandi dulu" lalu dia berjalan kembali ke gubuk.
 
Sesampai di gubuk dilihatnya putrid pamannya itu tertidur kearah pinggir gubuk lalu dia ingin memindahkannya kearah tengah gubuk dengan mengangkatnya dengan maksud agar lebih nyaman tidurnya karena dianya sudah letih dalam perjalanan jauh. Sesaat dia mengangkat, putrid pamannya itu terbangun dan melihat dia sedang dalam bopongan Lontung dan lantas seketika dia memeluknya dan mereka berduapun tertawa terbahak-bahak. Bopongan Lontung masih belum lepas tetapi wajah Siborupareme sudah terlihat semakin berbinar memerah dan kembali mendidih birahinya. Lontungpun tidak lagi melepaskan bopongannya dan bahkan diperlakukannya seperti menggendong anak-anak layaknya dan tidak dirasakannya lagi berat perempuan itu karena darah mudanyapun sudah mulai mendidih lagi dan segalanyapun terlupakan.

Kemudian Lontung berbisik ditelinga perempuan itu sambil membaringkannya secara perlahan sambil mendampinginya rebah-rebahan. Kemudian mereka berdua bercengkerama bercanda-canda sampai-sampai keringatpun bercucuran serta nafas yang sersengalsengal. Diluaran sana juga terdengar suara-suara binatang seolah ikut menikmati kebahagiaan mereka berdua dan seolah bergembira menyambut kedatangan putrid pamannya dari Sianjurmulamula, tempat dimana asalmuasal manusia dan kebijakan.

Sewaktu mereka kemudian duduk bersama disamping dapur perapian memasak, teringat pula Lontung dimana ibunya sedang berada. Timbul pertanyaan mengapa ibunya belum pulang juga. Timbul kekhawatirannya siapa tau ibunya itu sudah dimangsa harimau karena nggak ada orang yang menolongnya. Kemudian dia berkata kepada putrid pamannya itu, “Aku pergi sebentar ke tepi hutan dekat gunung sana, karena biasanya ibu ada disana.” Siborupareme membiarkannya pergi dan dia menghantarnya tidak berapa jauh arah ke lading yang ada disitu.

Di tengah perjalanan Lontung terus berpikir mengapa ibunya pergi tanpa menunggu kedatangan menantunya. Tetapi pikirannya cenderung mengarah kepada bahaya yang menimpa ibunya. Tercucur juga airmatanya didekat hutan itusambil melihatlihat kesekitar dimana mereka sering berada ditepi hutan itu. Setelah memastikan bahwa ibunya memang tidak ada disitu maka dia melangkah pulang dengan gontai dan terlihat lemas.

Sesampai di gubuk itu, perempuan itu melihat kesedihan tergambar diwajah Lontung dan diapun berusaha menghiburnya dengan mengatakan bahwa ibunya itu mungkin pergi mencari Sariburaja suaminya karena dia merasa tidak akan betahan melihat mereka berdua berkasihkasihan sementara ibunya ditinggal lama oleh suaminya. Memang agak terhibur hati Lontung.

Demikianlah harihari berlalu dalam kebahagiaan mereka, tetapi dihati Lontung masih bertanyatanya dimana keberadaan ibunya. Kalau karena dimangsa harimau tentu sudah ada bekasnya. Mungkin saja pohon-pohon disitu pasti ada bekas cakaran, atau bekas cabikan pakaian.

Terkadang timbul juga keheranan dalam hatinya yang bertanya-tanya bahwa mungkin saja perempuan yang digaulinya ini adalah ibunya sendiri karena semua cirri-cirinya sangat mirip. Bentuk tubuhnya, tingginya, panjang rambutnya, jarijarinya dan lainya. Tetapi kecurigaannya itu disembunyikannya didalam hatinya Karen kalaupun harus ditanyakan langsung kepada perempuan itu, dia merasa malu.

Kalau begitu, Horas ma na manjalahi, horas ma na nijalahan, horas muse ma antong na so pola jalak-jalak.



Catatan: kisah ini dipetik dan diterjemahkan secara bebas dari buku berjudul “DOLOK PUSUK BUHIT-7, oleh Drs. Gens G Malau (Ompu Adintya)