Rabu, 21 Oktober 2009

RAJA UTI LELUHUR BATAK DI ACEH




Raja Uti alias Raja Biakbiak alias Gumellenggelleng adalah anak sulung Guru Tatea Bulan yang berasal dari salah satu pusat leluhur Bangsa Batak dari sebuah lembah di tepian Danau Toba di kaki Pusuk Buhit yang dikenal sebagai asal muasal Bangsa Batak.

Peristiwa percintaan dua kembaran anak Guru Tatea Bulan yaitu Sariburaja anak ke-3 dan Siboru Pareme anak ke-2 kembaran anak tertua Gumellenggelleng menjadi awal adanya kemelut dalam keluarga ini. Konsekwensinya bahwa Guru Tatea Bulan harus menebusnya dengan mengadakan kurban manusia kepada Mulajadi Nabolon. Seluruh anak-anak Guru Tatea Bulan kecuali dua anak kembarnya belum mengetahui apa sebab musabab bahwa Guru Tatea Bulan berencana untuk melaksanakan kurban manusia sebagai kurban tertinggi penebus dosa. Oleh karena adanya rencana ini maka anak tertua Gumellenggelleng merasa dialah yang akan dikurbankan oleh ayahnya karena dia berprasangka bahwa dialah yang lebih memungkinkan untuk itu. Oleh karena itu Gumellenggelleng memohon kepada ibunya agar dia disembunyikan saja dan ibunya menyetujuinya sehingga dia disembunyikan di Pusuk Buhit, sementara sebenarnya Sariburajalah yang akan diminta oleh Mulajadi Nabolon sebagai kurban persembahan.

Mulajadi Nabolon datang berkunjung untuk meminta kurban yang dijanjikan. Dengan kepasrahan maka Sariburaja disembelih oleh Guru Tatea Bulan dan dipotong-potong bagian tubuhnya untuk dijadikan kurban yang akan dimasak di dalam sebuah wadah. Sewaktu potongan tubuh Sariburaja dimasukkan kedalam wadah untuk memasaknya maka Mulajadi Nabolon mengetahui kepasrahan dan kesetiaan kedua orangtua ini kepada Pencipta Alam Semesta Mulajadi Nabolon, dan Mulajadi Nabolon dengan kuasanya memanggil Sariburaja kembali keluar dari wadah tempat dia dimasak sebagai kurban, sebuah mujijat bahwa dia kembali menjadi manusia utuh sebagaimana sebelumnya. Sariburaja melumpat keluar dan duduk diantara saudara-saudaranya dan duduk seolah-olah sebagai posisi raja.

Ujian terhadap kesetiaan Guru Tatea bulan lulus dihadapan Mulajadi Nabolon, maka Mulajadi Nabolon bermaksud akan pergi pulang ke kerajaannya melalui Pusuk Buhit. Di Pusuk Buhit, dia berjumpa dengan Gumellenggelleng yang sebenarnya sedang bersembunyi dan disembunyikan oleh ibunya untuk menghindar sebagai kurban oleh ayahnya. Mulajadi Nabolon bertanya kepada Gumellenggelleng “Siapa yang membawa kau kesini?”, lalu dijawabnya bahwa dia telah meminta ibunya untuk menghantarnya ke Pusuk Buhit untuk bersembunyi karena takut menjadi kurban persembahan. “Kalau begitu, apa sebenarnya yang kau inginkan?” tanya Mulajadi Nabolon, lalu dijawab oleh Gumellenggelleng bahwa kalau boleh dia dijadikan oleh Mulajadi Nabolon menjadi raja diantara saudara-saudaranya karena dia adalah sebagai putra yang sulung dan pertama keluar dari rahim ibunya, jadi pantaslah dia yang menjadi raja. Kemudian lanjutnya, “tapi apa dayaku sebagai orang tak sempurnah sebagai manusia yang selalu dianggap remeh oleh saudara-saudaraku.”

Mulajadi Nabolon mengabulkan permintaan Gumellenggelleng dan seketika tubuh Gumellenggelleng berubah menjadi manusia yang sempurnah yang memiliki kaki dan tangan bertumbuh normal. Lalu dia diberi kuasa oleh Mulajadi Nabolon menjadi orang sakti yang disebut namanya menjadi Raja Biakbiak. Setelah Gumellenggelleng disempurnahkan menjadi perkasa sebagai Raja Biakbiak maka Mulajadi Nabolon kemudian pergi ke tahtahnya melalui Pusuk Buhit, dan jadilah Biakbiak menjadi raja pertapa sakti.

Setelah sekian lama dalam pertapaannya, Raja Biakbiak dengan percaya diri turun dari Pusuk Buhit hendak menjumpai orangtuanya dan saudara-saudaranya dan membayangkan bahwa dia akan disambut oleh keluarga itu sebagai raja karena dia sebagai anak yang tertua dan lagipula dia telah menjadi manusia sempurnah dan sakti. Anggapan itu ternyata meleset dan dia menjumpai keluarganya sudah berantakan bercerai berai karena ulah Sariburaja dan Siboru Pareme yang berbuat cinta terlarang. Raja Biakbiak tidak menjumpai lagi Siboru Pareme kembarannya dan demikian juga Sariburaja adiknya tak terlihat lagi karena sudah terusir dari kampungnya.

Karena dia merasa sangat kecewa bahwa keluarga keturunan ayahnya sudah berantakan dan bercerai berai, maka dia pergi ke Singkil. Raja Biakbiak, walaupun bertubuh kate tetapi dia memiliki tubuh sempurnah dan memiliki kesaktian tinggi sehingga raja-raja setempat mempersembahkannya istri. Kekuasaannya kemudian membentuk sebuah kerajaan Batak dan dia digelari sebagai Raja Uti karena memiliki utiutian dari Mulajadi Nabolon sebagai kesaktiannya. Kekuasaannya berkembang di Singkil, Kluet dan sampai ke Barus yang ramai dengan perdagangan. Para keturunannya banyak yang menguasai kerajaan laut di pesisir pantai barat Pulau Sumatra bahkan sudah menjalin persahabatan sampai ke pesisir pantai selatan Pulau Jawa.

Semasa mulai berkembangnya kerajaan Singosari di Jawa, jalinan masyarakat pantai di pesisir pantai barat Pulau Sumatra dan pesisir pantai selatan Pulau Jawa sudah terjalin dan bahkan keturunan Raja Uti ada yang menjadi pimpinan pengawal kerajaan jawa itu, dan biasanya mereka diberi gelar Empu yang berasal dari kata Ompu yang berarti orang yang dituakan, dihormati dan memiliki ilmu yang tinggi serta disegani. Masyarakat Batak keturunan Raja Uti di Singkil dan Kluet menyebut Raja Jawa dengan sebutan Raja Jau.

Terpisahnya keturunan Raja Uti dari pusat peradaban Batak membuat masyarakatnya tidak sepenuhnya melaksanakan tatanan budaya Batak yang disebut ‘habatakon’, disamping mereka berbaur sebagai masyarakat pantai maka mereka telah menghilangkan marganya sebagai salah satu komponen inti peradaban Batak kuno.