Rabu, 31 Maret 2010

SIBORU NAITANG

Siboru Naitang sudah demikian tersohor kecantikannya, dan sudah menjadi istri seorang raja yaitu Raja Sinaga dari daerah Sirait Nainggolan, kira-kira berjarak sekitar 25 kilometer dari Pangururan di arah selatan.

Sebelum kisah ini terjadi, hampir semia orang memuji dan mensyukurinya karena jadi dipinang oleh seorang anak raja yang kaya dan terhormat. Sang pangeran si anak raja itupun memang seorang yang genteng dan tampan, sehingga mereka memang sepadan dari segi fisik, akan tetapi mungkin juga kurang serasi dalam hal sifat dan kelakuannya.

Walaupun sudah sekian lama menjadi suami istri, namun belum ada terlihat tanda-tanda bahwa Siboru Naitang sedang mengandung anak. Disuatu saat, Siboru Naitang membuka pembicaraan kepada suaminya:

"Suamiku tercinta, alangkah baiknya kalau kita bisa berkunjung ke rumah bapak mertua di Pangururan". Demikian kata Siboru Naitang membuka pembicaraan.

"Wah.. itu ide yang baik, istriku sayang..., senang hatiku atas idemu itu; kalau begitu persiapkan saja bekal-bekal yang perlu agar kita dapat segera berangkat besok." demikian kata suaminya.

"Karena perjalanan kita cukup jauh, kira-kira perjalanan setengah hari, jadi ngga usalah membawa bekal yang banyak, cukup untuk bekal diperjalanan saja," demikian jawaban dari Siboru Naitang.

Perjalan ini baru pertama kali dilakukan mereka berkunjung ke rumah orangtua mereka Raja Sinaga. Mereka berangkat berdua dan juga membawa seekor anjing kesayangan mereka.

Walaupun sudah beberapa bulan mereka menjadi suami istri, tetapi rupanya Siboru Naitang tidak pernah mau memberikan perhatian kepada suaminya. Sering juga dianya hanya duduk santai dirumahnya, karena dia selalu terngiang tentang apa yang pernah dia lakukan dengan saudara laki-laki kandung kembarannya sendiri bernama Inar Naiborngin, sebagai temannya bermain di taman, di ladang, maupun di sawah, termasuk sebagai temannya bersenda gurau di Balai yang terdapat di ladang mereka.

Orangtua mereka sebenarnya kurang cermat memperhatikan tingkahlaku anak kembarnya ini sehingga mereka sudah terlanjur terlalu jauh berhubungan yang tidak sepantasnya. Mereka sudah mengenal nikmatnya tidur bersama di balai, mereka sudah mengenal nikmatnya mandi bersama di pancuran kecil yang terdapat di dekat persawahan kampung mereka. Terkadang mereka tidak sempat lagi membersihkan ladang ubi mereka yang sudah ditumbuhi oleh semak dan ilalang. Mereka lupa untuk menyiangi semak yang tumbuh diantara pohon singkong yang sudah mulai tumbuh meninggi. Terkadang mereka berdua duduk-duduk saja ditengah rimbunnya daun singkong, sehingga mereka tak terlihat entah apa yang mereka lakukan berduaan disitu. Yang jelas mereka sudah terjatuh kedalam lembah kenistaan. Hanya mereka berdua yang tau nikmat yang mereka lakukan, karena mereka luput dari pengamatan dan perhatian orangtua mereka. Memang benar kenikmatan yang mereka dapatkan, akan tetapi sungguh tak terkatakan efeknya dikemudian hari.

Semua kejadian nikmat itu selalu terngiang di benak Siboru Naitang dalam perjalanannya dengan suaminya itu walaupun terik matahari demikian kuat menyengat kulit mereka, namun tak disadari mereka keringat mengucur bagaikan air mendidih. Oleh karena itu mereka menjadi cepat lelah, lebih lagi suaminya yang sudah beberapakali menguap ternganga karena mengantuk, sehingga badannyapun sudah mengidamkan untuk berbaring karena lelah di terik matahari itu. Akan tetapi karena dia merasa malu kepada istrinya, diapun berusaha melangkahkan kakinya selalu di depan dengan dipaksakan.

Seketika mereka telah sampai di kawasan Tanah Simbolon arah ke perbukitan dekat kampung, dan karena sudah tidak tahan lagi kantuknya, maka dia minta berhenti untuk beristirahat, dan mereka berteduh dibawah pohon Bintatar yang ada dekat lembah. Memang perjalanan mereka kira-kira sudah setengah jalan.

Mereka duduk bersama disebelah pohon itu. Ada perasaan lega berteduh dibawah rindangnya daun-daun pohon Bintatar itu. Memang demikian kantuknya sang anak raja itu sehingga dia tertidur pulas di pangkuan sang istri Siboru Naitang.

Mungkin memang sudah ada niat asing dibenak Siboru Naitang sejak dari rumahnya di Sirait Nainggolan. Sewaktu dia melihat suaminya tertidur pulas, maka timbullah niatnya yang jahat. Pada saat bersamaan itu terngiangpula dia kepada saudara laki kembarannya Inar Naiborngin, seolah tergambar sedang melambaikan tangan memanggilmangilnya, dan seolah meminta agar mereka dapat segera bertemu untuk berpelukan.

Siboru Naitang mengamati suaminya yang tertidur pulas itu dengan mata yang berbinar-binar layaknya bagai seorang yang sedang mabuk tuak. Dia mengeram giginya yang terlihat geram seolah ingin membalas dendam sehingga nafasnyapun terdengar terengah-engah bagaikan kerbau yang sedang menyeret beban berat.

Dia kemudian mencabut belati tajam yang terselip dipinggang suaminya, lalu dia mengatur posisinya dengan menumpu lutut kirinya ke tanah sementara kakinya sebelah kanan mengangkangi kepala suaminya yang sedang tertidur pulas itu, terlihat dia seperti dalam posisi seorang pencak silat yang mengatur kuda-kuda yang siap untuk membinasakan musuhnya. Dalam sekejap mata sudah digorokkan belati tajam itu ke leher suaminya itu, dan seketika itu pula tewas tanpa ada perlawanan.

Siboru Naitang segera mengemasi mayat itu, lalu digulingkan kedalam lembah, akan tetapi kepalanya yang sudah terputus itu dijinjingnya sampai ke kampungnya kembali. Dalam perjalanannya yang tergesa-gesa itu, dia tidak lagi menanggapi orang-orang yang sedang menyapanya dalam perjalanannya. Memang pada jaman itu dirasa aneh apabila seorang berempuan yang melakukan perjalanan tanpa didampingi oleh laki-laki. Segera sampai di kampung itu, dia langsung mencari saudara laki kembarannya itu, tetapi bungkusan kepala yang dijinjingnya itu disembunyikannya di bagian luar rumah yang tersembunyi.

Sebelumnya dia tidak memperhatikan bahwa anjingnya tidak mengikutinya sejak perjalanannya itu karena anjingnya itu ternyata sudah pulang duluan kembali ke kampung tuannya di Sirait Nainggolan. Memang agak heran raja di Sirait, dan dia merasa bahwa ada sesuatu yang tak beres dalam perjalanan anaknya dan menantunya itu makanya anjing itu pulang lebih dulu.

Keesokan harinya, seorang dukun dihadirkan untuk membaca tenungan (parhalaan = kalender batak) atas anaknya dan menantunya. Setelah sang dukun menggerak-gerakkan jeruk purut yang mengambang di cawan, lalu berkata: "Aku ada melihat menantu raja dalam keadaan sehat walafiat, akan tetapi anak raja tak terlihat, dan hanya ada bungkusan yang menyertai perjalanan menantu raja itu, ngga ada manusia yang lain yang tampak."

Biasanya hati sang raja tidak pernah khawatir bahkan untuk memberangkatkan anaknya ke medan perang, namun kali ini sepertinya hatinya merasa gusar, serasa keyakinannya tidak goyah.

Sang raja menyuruh anaknya untuk mempersiapkan bekal untuk menyusuk ke kampung hula-hula anaknya itu di Pangururan di bawak kaki Dolok Pusuk Buhit. Juga dipersiapkan anakbuahnya yang biasanya diberangkatkan dalam peperangan, karena dia sudah yakin ada masalah yang terjadi dalam perjalanan anaknya itu.

Setelah mereka sampai di Pangururan, langsung mereka menuju kampung Naibaho Siahaan, lalu ditegaskan untuk menanyakan dimana anaknya dan menantunya berada. Raja yang ditanya itupun menjadi bingung oleh karena menurut pemberitahuan putrinya bahwa dia hanya sendirian datang karena alasan yang sangat rindu keluarga.

Memang benar juga itu ipar (lae), putriku sudah disini dua hari yang lalu. Aku memang menanyakan mengapa hanya dia sendiri yang datang tanpa menantu kami anak raja itu. Putri kami mengatakan, mungkin menantu kami itu kurang suka perjalanan yang agak jauh, tetapi walaupun hanya putriku yang datang, katanya mereka sudah sepakat.

Dari jawaban Raja Naibaho itu, tubuh Raja Sinaga mengucurkan keringat dan terasa lunglai, dan dia semakin bertanyatanya kemana gerangan anaknya berada, karena memang mereka diberangkatkan secara resmi. Olehkarena itu maka dimintanya untuk memanggil saja menantunya itu supaya dapat didengar penjelasan tentang perjalanan mereka.

Pada awalnya, Siboru Naitang mengatakan: "Suamiku sudah pulang kembali dari tengah perjalanan karena merasa sangat letih melakukan perjalanan itu. Aku dengan senang hati memberangkatkan dia pulang dari tengah perjalanan, aku merasa khawatir juga bahwa anak raja itu ngga terbiasa melakukan perjalanan jauh, makanya aku usulkan dia pulang saja."

Kemudian Siboru Naitang melanjutkan: "Sebenarnya aku mengusulkan untuk menginap saja dikampung yang dekat dengan tempak kami beristirahat, tetapi aku melihatnya sudah semakin enggan melanjutkan perjalanan kami yang masih jauh, sehingga aku maui saja permintaannya untuk kembali pulang."

Penjelasan yang diberikan oleh Siboru Naitang, dapat mereka terima tanpa ada unsur kecurigaan, karena dia menyampaikannya dengan wajah yang tenang, bicara yang jelas, dan beralasan.

lanjutan ceritanya....

Lain hal dengan anjing Raja Sinaga yang pergi berkeliling-keliling kampung karena anjing itu mencium bau tuannya. Sang anjing hilir mudik mencari tuannya itu hingga sampai ke pondok dekat kampung itu dimana tempat Siboru Naitang berselingkuh dengan saudaranya sendiri. Melihat anjing yang gelisah itu, kemudian raja itu memanggil anjing itu sambil mengeluselus kepalanya. Setelah diamati ternyata anjingnya itu sedang menagis mencucurkan airmata> Melihat hal itu semakin jelaslah kecurigaannya bahwa sudah terjadi sesuatu di kampung besannya Raja Naibaho. Kemudian dia menginstruksikan kepada pengawalnya untuk mengikuti kemana pergi anjing itu mengarahkan tujuannya tanpa diketahui Raja Naibaho. Tetapi anjing itu tidak mau lagi pergi dari samping tuannya dan matanya terus saja mencucurkan airmata. Kemudian Raja itu berdiri dengan maksud agar anjing itu pergi mencari dimana anaknya berada. Kembali anjing itu mengibasngibaskan ekornya dan terlihat gelisah dirumah Raja Naibaho itu.

Seketika melompatlah anjing itu mengarah ke bagian atas rumah itu sambil mengaum panjang seperti tangisan sehingga yang hadir disitu merasa ngeri mendengar suara lengkingan anjing itu. Melihat sikap anjingnya yang demikian, Raja Sinaga berkata kepada Raja Naibaho: "Sudah ada tergerak dihatiku bahwa ada sesuatu yang tak beres sedang terjadi kepada anakku. Oleh karena itu cobalah dulu dipanggil kembali Siboru Naitang supaya tegas aku meminta penjelasannya."

Setelah menantunya Siboru Naitang datang, secara langsung Raja Sinaga mendesak agar diberi jawaban yang tegas dimana mayat anaknya disembunyikan, karena sudah terjadi sesuatu yang buruk kepada anaknya itu dan itu terlihat dari tangisan anjingnya Sihuring. "Kalau memang sudah nasib anakku tidak berkelanjutan menjadi suami menantuku, nyatanya memang sudah menjadi aib bagiku, aku tidak bermaksud apa-apa padamu menantuku, tetapi coba secara tegas menantuku katakan apa yang sedang terjadi", demikian kata Raja Sinaga sambil terisak tangis.

Siboru Naitang menjadi terharu dan luruh hatinya. Dijelaskannya memang sudah mati suaminya -anak Raja Sinaga itu, dan kepalanya diakuinya dibawanya yang disembunyikannya di langit-langit rumah itu.

Seketika Raja Sinaga menangis berteriak dengan suara keras, demikian pula besannya Raja Naibaho karena diapun memang tidak mengetahui apa yang sedang terjadi di kampungnya itu, lagipula kepala menantunya itu ternyata terletak dilangit-langit rumahnya. Setelah penggalan kepala itu diambil dari langitlangit rumah itu, seketika pengawal Raja Sinaga hendak mengobrakabrik seisi kampung, tetapi Raja Sinaga menghentikannya dan berkata dengan suara kuat: "Lebih baik aku mendengar dulu apa hukuman yang akan dijatuhkan kepada Siboru Naitang yang berhati macan itu, yang membunuh sendiri suaminya layaknya pembunuh berdarah dingin ini."

Memang langsung dijawab Raja Naibaho permintaan besannya itu: "Besok pagi kami akan menenggelamkannya ke tengah danau yang paling dalam, agar dia dimakan ular Siniangnaga yang datang dari pusat bumi, kemudian agar dihempaskan angin topan ke hutan belantara sehingga dia akan dicabikcabik babiat sitempang (harimau), harimau leluhur penegak hukum. Tidak mesti hukum manusia yang dijatuhkan kepada manusia seperti ini, tetapi biarlah para leluhur dari Pusuk Buhit yang pantas menghukumnya. Tabahkanlah hati besanku, kalau engkau berkenan atas apa yang aku sampaikan tadi, tak usalah kami memanggil raja-raja hakim untuk memutuskannya." Setelah mereka besanan itu saling sepakat, kemudian Raja Sinaga dan pengawalnya pulang ke kampungnya. Siboru Naitang terlihat tidak menyesali perbuatannya dan dia rela mendapat hukuman sebagaimana yang disampaikan oleh ayahnya itu.

Keesokan harinya, dibunyikan gendang (Ogung) untuk menghantarkan putrinya itu menjalani hukumannya, kemudian memasukkannya kedapam perahu yang sudah dipersiapkan dengan batu pemberat untuk tujuan menenggelamkannya. Orang-orang sekampung yang ikut menghantarkan turut sedih juga dan mereka menangis, walaupun mereka memahami kejahatan yang dilakukan oleh Siboru Naitang.

Pada sore harinya, para pengawal Raja naibaho pulang dari pelaksanaan hukuman itu tetapi diberitahukan bahwa Siboru Naitang tidak dapat tenggelam ke dasar danau karena acapkali ditenggelamkan maka selalu muncul lagi ke permukaan dan tak terlihat Siboru Naitang menderita malah kelihatan biasabiasa saja. Karena kejadian itu maka mereka mendapat firasat bahwa ada sesuatu yang ditunggu atau diidamkan oleh Siboru Naitang dari ayahnya atau ibunya, makanya dia tak dapat tenggelam. Lalu mereka berniat membawa kembali Siboru Naitang ke kampungnya.

Sesampainya ditepi pantai, dan didepan orang-orang yang menghantarkannya untuk menjalani hukuman itu, dia berkata: "Tolong dipersiapkan untukku sebuah kuburan dan ditanam pohon jabijabi (sejenis pohon beringin) agar ada nantinya tempat berteduhku. Tolong juga dibersihkan ayam jantan berwarna merah-hitam (Mirasialtong) dengan minyak dan diletakkan bersamaan dengan dompet sirih, agar hatiku merasa tenang dibenamkan ke dasar danau.

Setelah semua permintaannya itu dipenuhi, dia sendiri dengan rela berjalan ke arah danau, dan dia langsung berjalan ketengah danau itu sehingga lambatlaun dia terlihat semakin tenggelam dan akhirnya hilang dari pandangan. Kemudian tempat itu menjadi tempat keramat pemujaan (sombaon).

Raja Inar Naborngin saudara kandung Siboru Naitang selingkuhan incest-nya semakin ketakutan apabila orangtuanya mengetahui perbuatan mereka yang kakakberadik. Dia merasa bahwa Siboru Naitang sudah memberitahukan perbuatan mereka itu, dan karena itu dia selalu bersembunyi dari penglihatan orangtuanya.

Tiba saat yang tepat bagi Raja Inar Naborngin, dia pergi merantau ke negri asing dan dia sampai ke daerah marga Sihotang. Dari situ dia kemudian pergi ke arah Bakkara kemudian melewati daerah Muara dan terus ke arah Lintongnihuta di daerah Humbang.

Agar dia tidak ditanyai siapa dan darimana asalnya maka dia merubah namanya menjadi Datu Galapang, dan dia menyatukan garis keturunannya dari marga Sihombing pemilik daerah disitu supaya dia dapat tinggal tetap di daerah itu. Oleh karena itu dikemudian hari setelah beberapa generasi terjadilah ikatan janji (padan) antara keturunan Sihombing dengan keturunan Raja Inar Naiborngin Naibaho.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar