Tampilkan postingan dengan label nantinjo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nantinjo. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 Februari 2010

Nyi Roro Kidul Sang Putri Batak

Siboru Biding Laut adalah kembaran dari Gumellenggelleng alias Biakbiak alias Raja Uti. Setelah Raja Uti pergi bersemedi di Gunung Pusuk Buhit, maka Siboru Biding Laut adalah anak tertua dari Guru Tatea Bulan dan sebagai penggantinya untuk mengayomi adik-adiknya setelah kematian kedua orangtuanya.

Sebelum meninggalkan kampungnya untuk pergi jauh menghindar dari rencana pembunuhan oleh adik-adiknya, Sariburaja mernanggil dan berkata kepada kakak perempuannya Biding Laut, katanya; “Kakak adalah anak yang paling sulung dari keturunan orang tua kita, oleh ¬karena itu saya mohon agar kakak menjaga dan membina adik-adik kita semuanya. Saya Sariburaja adikmu yang seharusnya menerima tanggung jawab tersebut merasa gagal dan akan pergi meninggalkan tempat ini, karena adik kita Limbong Mulana dan Sagalaraja akan membunuh saya. Kakak tidak perlu mencariku! permintaanku agar kaka menjaga dan mernelihara adik kita serta dapat mengayomi dan memelihara keutuhan nama besar keluarga kita.” Biding Laut terdiam, air matanya menetes membasahi pipinya. Dia berkata; “Adikku Sariburaja kemanakah gerangan kau akan pergi ? Kau adalah adikku juga dan sudah seharusnya menjagamu dari segala marabahaya. Apalagi yang bermaksud akan membunuhmu adalah adik-adik kita juga!”

Setelah Sariburaja dan Siboru Pareme sudah tidak bersama mereka lagi, Siboru biding Laut merasa bersalah karena merasa tak mampu berbuat agar keluarga tetap bersatu. Siboru Biding Laut memutuskan untuk mencari Sariburaja adiknya.

Siboru Biding laut pergi ke-arah barat untuk mencari Sariburaja sambil memastikan bahwa Sariburaja masih hidup. Perjalanan Siboru Biding Laut dalam pencariannya dilakukan siang dan malam menempuh hujan dan terik matahari ke-arah barat sesuai petunjuk adiknya itu.

Siboru Biding Laut tiba disebuah desa ditepi pantai dan menjumpai seorang nelayan dan menanyakan kepada nelayan itu apakah dia pernah melihat orang asing ada tinggal disekitar desa itu. Siboru Biding Laut tidak pernah mendapat jawaban yang memuaskan dari orang-orang yang ditanyainya.

Perjalanannya menyusuri pantai barat Sumatera itu dilaluinya penuh dengan tantangan alam. Angin kencang yang datang dari samudra Hindia dibawah terik matahari pantai membuat tubuhnya lemah lunglai karena kekeringan mengalami dehidrasi. Langkahnya yang gontai mengarahkannya untuk beristirahat sejenak di atas sebuah bangkai kayu yang sudah lapuk dihempaskan oleh ombak lautan. Siboru Biding Laut duduk mengarah lautan bebas dan bertopang dagu sambil mengira-ngira dimana kira-kira adik yang sedang dicarinya Sariburaja. Mata yang sebenarnya memandang kosong ke lautan bebas tiba-tiba terpaku kepada sebuah pulau kecil, lalu diya meyakinkan dirinya bahwa adiknya itu kemungkinan besar berada dipulau itu untuk bersembunyi.

Siboru Biding Laut menumpang sebuah perahu nelayan dan meminta agar dia dihantarkan kepulau itu, dan nelayan itu menyebut namanya Pulau Mursala. Ada keheranan dibenak nelayan itu karena pulau itu diketahuinya tidak berpenghuni. Keingintahuannya mengarahkan hatinya untuk bertanya; “Untuk apa ito pergi ke pulau itu?” tanyanya menyelidik; “Aku sedang mencari adikku Sariburaja yang pergi dan hilang entah kemana, apakah ito pernah dengar seseorang yang bernama Sariburaja.” Demikian jawabnya sambil bertanya. “Sepertinya tidak pernah terihat orang asing bernama Sariburaja disekitar sisi, tapi mungkin saja dia bersembunyi di pulau itu”, demikian balas si nelayan.
Setiba di Pulau Mursala, Siboru Biding Laut menyusuri setiap sudut pulau itu namun dia tidak menemukan siapa-siapa di pulau itu. Keletihannya membuat dia mengantuk dan tertidur. Dia tidak menyadari bahwa tak seorangpun ada di pulau itu sementara nelayan yang menghantarkannya sudah kembali pulang.

Sementara itu seorang pemuda yang sudah beberapa lama memperhatikan Siboru Biding Laut sewaktu mondar mandir sambil menangis seperti mencari sesuatu. Pemuda itupun mengikutinya sejak dihantar oleh nelayan ke pulau itu. Pemuda itu pergi menuju Pulau Mursala untuk mencari tau apa gerangan yang dicari oleh gadis cantik di pulau yang tak berpenghuni dan dia menganggapnya merupakan hal yang tak lazim dilakukan oleh seorang wanita.

Pemuda itu menemukan Siboru Biding Laut sedang tertidur pulas. Dia mencoba untuk membangunkannya dengan maksud untuk menawarkan membawanya kembali ke pantai. Siboru Biding Laut terbangun dan melihat seorang pemuda berdiri dihadapannya. “Ito, mari saya hantar kembali ke pantai, karena tak baik seorang gadis cantik tinggal sendirian di pulau yang tak berpenghuni ini” demikian kata pemuda itu meyakinkannya. Siboru Biding Laut mengikuti ajakan pemuda itu sambil berucap, “Terimakasih ito” jawabnya singkat, tetapi dalam hatinya berkata, “Baik nian anak muda ini”.

Sambil berjalan menuju pantai pulau itu dimana sampannya ditambat, pemuda itu berkata, “Saya sebenarnya sudah lama memperhatikan ito sewaktu di daratan, dan melihat itu berwajah sedih dan menangis, makanya saya tertarik mengikuti perjalanan ito.” Demikian kata pemuda itu mulai menyampaikan maksudnya. Siboru Biding Laut hanya berdiam tidak membalas, karena pikirannya hanya tertuju kepada adiknya Sariburaja yang belum ditemukannya. Lalu pemuda itu mulai menggodanya sambil bertanya, “Mengapa secantik ito terlihat bersedih dan menangis? Apa ada yang menyakiti ito?” tanyanya menyelidik. “Aku sedang mencari adikku yang tak tau kemana rimbanya,” demikian jawaban Siboru Biding Laut singkat. “Mengapa ito mau mencari orang yang tak tau dimana rimbanya, bagaimana kalau ito tinggal bersama saya saja dan saya persunting menjadi istri saya?” demikian kata pemuda itu menyampaikan maksudnya.

Mendengar maksud pemuda itu, Siboru Biding Laut tersinggung dan berkata, “Saya mengira ito orang baik-baik ternyata tidak, sebaiknya ito pergisaja dari sini dan biarkan saya tinggal disini, aku tak perlu bantuanmu, dan jangan ikut campur urusanku,” katanya dengan sinis. Sambil menghentikan langkah, walaupun tersinggung, pemuda itu masih mencoba menjelaskan maksudnya, lalu berkata, “Ito jangan marah dulu, saya mengatakan apa adanya bahwa saya memang terpesona melihat kecantikan ito sehingga sepertinya aku sudah jatuh cinta pada ito, makanya aku memberanikan diri untuk mengajak ito kawin dengan saya” katanya meyakinkan. Karena Siboru Biding Laut memang sedang gundah gulana mencari adiknya itu sehingga dia tidak mempan akan rayuan si pemuda itu dan bahkan hatinya menjadi marah dan membalas perkataan pemuda itu dengan ketus dan sikap marah, “Sekali lagi saya ingatkan supaya ito pergi saja dari sini, aku tak perlu bantuanmu,” katanya dengan tegas.

Jawaban-jawaban Siboru Biding Laut membuat pemuda itu tersinggung. Dia belum pernah mendapat sambutan yang sinis atas niatnya yang baik. Dengan rasa malu dia melangkahkan kakinya menuju sampannya dan mengayuhnya menjauhi pulau Mursala. Sesampai di desanya, dia menyampaikan cerita Siboru Biding Laut dengan pemuda-pemuda lainnya bahwa Siboru Biding Laut menentang kesaktian dengan pemuda desa itu. Mendengar pengaduan tersebut, para pemuda di desa itu menjadi marah dan malam itu juga mereka berangkat ke Pulau Mursala untuk menjawab tantangan yang diceritakan pemuda itu.

Sesampai di Pulau Mursala, para pemuda itu langsung menjumpai Siboru Biding Laut dan mengeroyoknya. Siboru Biding Laut diikat dan pakaiannya ditanggali, lalu masing-masing memperkosanya bergantian hingga tak sadarkan diri. Tidak hanya sampai disitu, dalam keadaan pingsan setelah pelampiasan nafsunya, mereka membuang tubuh Siboru Biding Laut ke dalam laut dari tebing curam bebatuan di pulau itu.

Karena terombang ambing ombak lautan hindia yang ganas itu, Siboru Biding Laut segera sadarkan diri dan dengan bersusah payah berusaha menepi dari laut. Tubuhnya sekarat terhempas bebatuan karang laut dan dengan suara yang hampir tak kedengaran, dia memanggil-manggil nama ayah dan ibunya yang sudah almarhum itu. Dia juga memanggil-manggil nama abangnya Raja Uti yang telah menjadi pertapa sakti, namun tak ada jawaban sampai dia merasa sudah tak bertenaga lagi menuju kematiannya. Perlahan dan pasti tubuhnya menjadi tak berdaya menepi kepantai dan lantas terbawa hempasan ombak menuju ketengah lautan. Yang terakhir terngiang dipikirannya adalah mencari adiknya Sariburaja kemanapun dan dimanapun sampai akhir hayat.

Gelombang ombak Samudra Hindia mengombang ambingkan tubuh Siboru Biding Laut kemana arus ombak menghantarkannya. Tiba di suatu saat dia terdampar di pantai suatu daerah yang tidak diketahuinya dimana dia sedang berada. Keberadaannya disebuah daerah yang asing baginya mengarahkannya untuk bertanya kepada orang yang dijumpainya. Orang-orang setempat juga telah melihat adanya orang asing berada di daerah mereka. Lalu mereka bertanya kepada Siboru Biding Laut, “Neng ini siapa dan darimana asalmu?”. “Saya dari laut selatan dan sedang mencari adik saya yang hilang,” demikian jawabnya karena dia memang terombang-ambing dan terdampar di lautan sebelah selatan khatulistiwa. Kemudian dia bertanya kepada masyarakat disitu, “A..ak, apa nama daerah ini? Apa pernah melihat orang asing bernama Sariburaja di daerah ini?” tanyanya dengan lugu. “Ini daerah Pelabuhan Ratu namanya, neng. Tetapi kami tak pernah melihat orang asing yang neng sebutkan!” demikian kata masyarakat disitu.

Siboru Biding Laut melanjutkan langkahnya menyusuri pantai dan hutan-hutan sekitarnya untuk mencari Sariburaja. Tekatnya sudah bulat harus menemukan adiknya itu. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan namun Sariburja tidak juga ditemukannya. Kehilangan Sariburaja memang bagai ditelan bumi saja baginya. Langkah kakinya ke arah timur itu terhenti setelah melihat dari kejauhan sebuah kawasan datar yang indah. Dia berhenti sejenak untuk melepaskan lelahnya. Dalam hatinya berkata, “di ‘andaran’ sana pasti ada penghuninya, saya harus ke sana untuk mencari adikku, mungkin dia ada disana.” Demikian pikirnya. (Adaran atau andaran dalam bahasa Batak adalah suatu kawasan datar yang terlihat dari jauh).

Setelah lelahnya pulih maka dia melanjutkan pencariannya ke kawasan yang disebutnya andaran itu. Tekat yang demikian kuat meyakinkan dirinya untuk melangkah pasti menuju tujuannya. Tibalah dia dikawasan yang disebutnya andaran itu yang ternyata kawasan pantai indah di selatan Pulau Jawa itu. Masyarakat disitu disibukkan dengan kegiatannya masing-masing sebagai nelayan, namun seseorang telah memperhatikan kehadiran Siboru Biding Laut sebagai orang asing.

Siboru Biding Laut mengistirahatkan dirinya sambil duduk disebongkah batu yang ada di pantai itu. Dia menikmati keindahan alam ciptaan tuhan yang begitu dikaguminya. Duduk terpaku dengan pikiran kosong tanpa disadarinya dia sudah duduk disitu dalam waktu lama berjam-jam melamunkan cerita-cerita pencariannya dipikirannya sendiri.

Seseorang yang sudah sejak lama memperhatikan keberadaannya disitu, datang menghampirinya. Siboru Biding Laut tidak menyadari kedatangan seseorang yang sedang menghampirinya. Langkah-langkah kaki yang datang tidak lagi didengarnya karena pikirannya yang berkecamuk tertuju kepada bayangan berjumpa dengan adiknya dalam pencariannya itu, Tiba-tiba satu sentuhan jari di pundaknya mengusik kesadarannya dan suara yang menyapanya menolehkan wajahnya ke arah belakang dan melihat sesosok tubuh berwibawa telah ada disampingnya. “Neng, sedang apa disini?” demikian singkat suara yang bertanya itu. Siboru Biding Laut lantas menjelaskan, “Saya dari laut selatan datang ke andaran sini untuk mencari adik saya yang hilang, apa mungkin tuan ada melihat orang asing yang berkeliaran disini, mungkin dia adalah adik saya,“ demikian penjelasannya. “Saha namina neng?” orang berwibawa itu menanyakan kembali. “Saya tak ingat nama lagi tuan, tetapi nama adik saya adalah Sariburaja,” kemudian dia menjelaskan bagaimana dia dapat sampai di daerah itu.

Lelaki yang menyapanya itu ternyata penguasa daerah andaran itu. Dia adalah orang sesaktian yang menjadi raja penguasa. Atas pengaduan masyarakat disitu tentang Siboru Biding Laut sebagai orang asing yang berkeliaran sudah seharusnya mendapat hukuman karena tidak melaporkan kehadirannya di daerah kekuasaan raja itu. Karena mendengar cerita Siboru Biding Laut maka timbul rasa iba bagi raja penguasa itu. Dia memanggil suruhannya untuk membawa Siboru Biding Laut ke istananya dan diperlengkapi dengan pakaian yang baru sebagai ganti pakaiannya yang sudah compang-camping seadanya. Sang raja menganggap bahwa Siboru Biding Laut pastilah seorang sakti sehingga dapat selamat di keganasan alam baik lautan maupun hutan.

Selesai bersalin yang diperlengkapi oleh suruhan raja, maka raja itu menempatkan Siboru Biding Laut sebagai budak pesuruh di istana itu. Badi Siboru Biding Laut hal itu adalah keberuntungan karena dia berkeyakinan akan mendapat informasi tentang adiknya suatu saat. Dia masih bersyukur bahwa masih ada orang yang memperdulikannya walaupun hanya sebagai budak. Dia sempat berpikir bahwa di tanah leluhurnya, dia adalah boru ni raja (putri raja) karena bagi orang Batak tidak memberlakukan perbudakan apabila tidak sedang menjalani hukuman. Bagi Siboru Biding Laut ditempatkan sebagai budak adalah ganti dari hukuman karena dia memang orang yang ada di daerah kekuasaan orang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Sansakti adalah nama raja yang memungutnya sebagai budak di istana raja. Sansakti memang raja yang disegani, ditakuti dan menjadi panutan bagi masyarakatnya. Tak seorangpun berani melakukan pemberontakan karena Sansakti memang memiliki kesaktian yang sangat tinggi tanpa ada tandingan di kawasan itu. Kerja baik dan tekun yang dilakukan oleh Siboru biding laut menjadikan dia sebagai budak yang disenangi disamping rupanya yang cantik. Tak terasa waktu berjalan sedemikian lama tetapi pencariannya kepada adiknya Sariburaja tidak juga membuahkan hasil, walaupun dia banyak melakukan upaya melalui temannya budak apabila sedang keluar istana.

Perilaku baik menjadi perhatian dari raja Sansakti. Siboru Biding Laut sudah dianggap menjadi putrinya sendiri. Para budak lainnya sudah silih berganti karena humuman yang diterima, tetapi Siboru Biding Laut tetap mengabdi dengan sepenuh hati. Melihat kepatuhan dan baik budi dari Siboru Biding Laut maka dia dipercaya sebagai kepala rumah tangga di istana itu. Kepadanyapun diajarkan ilmu-ilmu pengetahuan termasuk kesaktian agar mampu mengepalai istana. Hati Siboru Biding Laut menjadi betah dan senang tinggal di istana.

Tak sadar perjalanan waktu sudah panjang dijalaninya. Duapuluh tahun tak terasa bahwa dia menjadi penghuni daerah yang disebutnya sebagai Pangandaran. Ilmu pengetahuan dan kesaktian sudah banyak yang digalinya dari raja Sansakti. Dia sudah matang menjadi seorang wanita yang mandiri dan memiliki prinsip hidup walaupun dia hidup dan berada nun jauh dari kampung halamannya. Tekad yang dudah terkandung di dalam hatinya masih tetap tertancap mendalam di hati sanubarinya, namun situasi kadang tidak berpihak kepadanya.

Di suatu hari, Sansakti ingin menularkan ilmu kesaktian yang paling dia rahasiakan. Saatnya sudah tiba untuk menurunkannya kepada Siboru Biding Laut yang dia sayangi. Sansakti berkata; “Aku akan mengajarkanmu ilmu kesaktian agar kau tidak merasa terhina terhadap orang-orang disekitarmu dan aku tau bahwa kau masih terusik akan kehilangan adikmu. Bila memang masih menguat dihatimu untuk mencari adikmu yang hilang maka ilmu yang kuajarkan akan berguna bagimu kelak.”

Siboru Biding Laut bersujud dihadapan Sansakti dan mengucapkan terimakasihnya melalui senyuman dibibirnya yang cantik itu. Para hulubalang kerajaan tentu merasa iri mengetahui bahwa ilmu keakti mereka kalah tinggi dibanding Siboru Biding Laut, namun Siboru Biding laut mengelabui mereka dengan mengatakan bahwa yang terpenting baginya bukanlah ilmu kesaktian yang tinggi. Bahwa dia dapat betah di kerajaan itu sudah merupakan sesuatu yang menyenangkan. Oleh karena itu para hulubalang tidak lagi merasa tersaingi dan Siboru Biding Laut menjadi tidak terusik kesirikan para hulubalang.

Kedekatan Siboru Biding Laut dengan Sansakti tidak lagi seperti biasanya. Pelayanan yang selama ini diberikan Siboru Biding Laut bukanlagi sebatas orang tua dan anak yang diangkat melainkan kebutuhan biologis Sansakti sebagai seorang laki-laki dipenuhinya sebagaimana dia juga memiliki hasrat yang sama. Hubungan intim yang mendewakan kenikmatan badani itu berlanjut sekian lama sehingga tiba saatnya bagi Siboru Biding Laut memberitahukannya kepada Sansakti bahwa dia sedang mengandung anak Sansakti dari hasil kenikmatan birahi mereka selama ini.

Sansakti merasa bahagia bahwa dia akan memiliki anak dari muridnya yang dia sayangi itu, maka dia menitahkan untuk membuat pengumuman dari kerajaan bahwa Siboru Biding Laut menjadi istri yang sedang mengandung anaknya. Harkat Siboru Biding Laut terangkat di kalangan istana. Selain daripada Sansakti maka dialah yang memegang kendali tertinggi di kerajaan.

Tiba waktunya bahwa Siboru Biding Laut akan melahirkan, dan lahirlah seorang putri cantik yang kemudian diberi nama Blorong. Waktu berjalan begitu sempurnah bagi Siboru Biding Laut. Dengan memiliki seorang anak dari Sansakti maka posisinya sudah menjadi permaisuri dengan sebutan nyai atau nyi, namun dia malah terusik kepada penggelaran seorang wanita di tanah leluhurnya bahwa dia memang mendapat sebutan anak ni raja (putri raja), jadi penggelaran ini pada dasarnya bukanlah sesuatu yang hebat menurutnya, malah menjadi timbul niat dihatinya bahwa dia harus menjadi benar-benar sebagai ratu yang menguasai kerajaan di Pangandaran itu.

Niatan yang ada dihatinya ditanamkannya menjadi rencana yang harus diwujudkannya agar tiadalagi penghalang baginya untuk memerintah dengan kuasa penuh sehingga tujuan awalnya untuk mencari adiknya yang bernama Sariburaja menjadi kenyataan disamping agar dia memiliki saudara di kerajaan yang akan dia pimpin kelak, karena pikirnya kalau dia hanya seorang sebagai orang asing di kerajaan itu tentu akan timbul masalah dikemudian hari.

Niatan itupun mulai dilaksanakannya seiring anaknya Blorong sudah bertumbuh semakin besar. Saat itu raja Sansakti sedang termenung, entah apa yang sedang dipikirkannya. Suasana itu terlihat oleh Siboru Biding Laut dan iapun menghampirinya dan berbisik ditelinganya, “Guru, apa gerangan yang sedang dipikirkan?” Saya hanya memikirkan kerajaan ini agar tetap langgeng dikemudian hari semasa saya sudah tua nanti,” demikian kata Sansakti. “Jakanlah terlalu dipikirkan guru, kan semua kerajaan sudah berjalan dengan bai, dan putrimu Blorong sudah semakin ceria bertumbuh menjadi anak manis. Dia akan menjadi ratu nantinya yang akan kita pinangkan dengan pangeran dari kerajaan lain,” demikian dijelaskan Siboru Biding Laut menenangkan hari Sansakti. Siboru Biding Laut merebahkan kepala Sansakti di pangkuannya sambil mengelus-elus kepalanya. Terlihat suasana bahagia di raut wajah Sansakti hingga dia tertidur pulas.

Dalam suasana yang demikian senyap, timbullah niatan di benak Siboru Biding Laut untuk menyingkirkan hambatan satu-satunya agar dia memang benar sebagai penguasa di kerajaan selatan Pulau Jawa itu. Bekal ilmu yang sudah diajarkan oleh gurunya itu sudah setara dan bahkan mungki lebih tinggi karena sudah ada ilmu tinggi yang dibawanya dari tanah leluhurnya dahulu. Diapun menetapkan saat itu menjadi waktu yang tepat baginya, yaitu mencabut nyawa Sansakti dengan ilmu cabut nyawa.

Sansakti mangkat. Siboru Biding Laut memberitahukan kepada hulubalang dan kemudian mengumumkan bahwa dia menjadi pengganti raja yang menjadi ratu penguasa di kerajaan pantai selatan. Lalu dia memproklamirkan dirinya sebagai Ratu Pantai Selatan dengan sebutan nama Nyi Roro Kidul. Kemudian menjadi kenyataan pula bahwa putri satusatunya memang menjadi seorang yang disebut Nyi Blorong.

Menurut ceritanya bahwa Nyi Roro Kidul sang Ratu Pantai Selatan adalah Siboru Biding Laut dari Tanah Batak. Penelusurannya dilakukan oleh keturunan dari Guru Tatea Bulan yaitu ayah kandung Siboru Biding Laut, yang secara gaib telah memaparkan sejarahnya melalui sesurupan arwah adik bungsu Siboru Biding Laut bernama Nantinjo kepada seorang perempuan batak br. Sagala yang tinggal di Cianjur Jawa Barat. Silahkan anda cerna sendiri kebenran cerita ini.

Sumber: disarikan dari buku yang ditulis oleh Sutan Parlindungan Tanjung berjudul “Nyi Roro Kidul keturunan Raja Batak”


Selasa, 19 Januari 2010

Terjadinya Pulo Malau

Pulau Malau adalah sebuah pulau yang terdapat di sebelah barat daya Danau Toba dekat ke Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir di Pulau Samosir. Pulau ini dilegendakan terjadi dari sebuah sampan yang terbalik sewaktu seorang putri
bungsu Guru Tatea Bulan bernama Nantinjo yang disunting seorang pemuda dalam perjalanan ke kampung suaminya. Berikut adalah ceritanya:


Nantinjo adalah putri bungsu dari Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dari sepuluh bersaudara, anak yang pertama adalah Raja Uti, ke dua Saribu Raja, ke tiga Limbong Mulana, ke empat Sagala Raja, ke lima Lau Raja sedangkan perempuan yang pertama adalah Biding Laut, ke dua Boru Pareme, ke tiga Anting Haumasan, ke empat Sinta Haumasan dan ke lima Nantinjo.

Semasa hidupnya, Nantinjo mengalami penderitaan yang cukup berat, sebab ketika lahir kedunia ini saja dia tidak sempurna, dikatakan wanita bukan, pria juga bukan (Shemale). Pada saat umurnya sepuluh tahun kedua orang tua Nantinjo telah di panggil Yang Kuasa. Semenjak ditinggal kedua orang tuanya semakin beratlah penderitaan yang dialaminya. Nantinjo tinggal bersama abangnya Limbong Mulana, karena yang tinggal dikampung pada saat itu hanyalah ketiga abangnya Limbong Mulana, Sagala Raja serta Lau Raja, sedangkan abangnya Raja Gumeleng-Geleng telah pergi dibawa oleh Yang Kuasa kepuncak Gunung Pusuk Buhit. Abangnya yang nomor dua Saribu Raja telah pergi juga merantau entah kemana rimbanya, dikarenakan adanya skandal cinta dengan adiknya sendiri Boru Pareme.

Kemelut keluarga yang begitu hebat telah melanda keluarga Nantinjo sehingga abangnya yang nomor tigalah yang harus bertanggung jawab atas diri Natinjo sepeninggal kedua orang tuanya. Walaupun Nantinjo tinggal dirumah abangnya sendiri, penderitaan yang dialaminya sangat berat karena begitu besar tanggungjawab yang dibebankan abangnya terhadap dirinya mulai dari mengurus rumah, mengasuh anak-anak, serta mencari bahan makanan ke hutan. Dan yang membuat hati Nantinjo sangat menderita apabila Nantinjo salah sedikit saja pastilah dia mendapat hukuman dari abangnya. Siksaan demi siksaan diterima Natinjo hari lepas hari dari abangnya tersebut. Meskipun begitu berat penderitaannya Nantinjo pasrah, sebab tumpuan harapan pengaduannya telah pergi merantau entah kemana.

Nantinjo mempunyai keahlian bertenun, maklumlah pada saat itu dia harus bertenun jika ingin mempunyai pakaian. Setiap bertenun, Nantinjo selalu melantunkan syair lagu penderitaannya dengan berlinang air mata sambil memohon kepada yang Kuasa agar ditunjukkan jalan padanya untuk dapat keluar dari deritanya. Melihat dan mendengar penderitaan serta jeritan hati Nantinjo, Yang Kuasa akhirnya menunjukkan jalan keluar kepada Nantinjo.

Pada suatu saat datanglah abangnya Lau Raja bertamu kerumah Limbong Mulana, melihat adiknya sedang menangis hatinya sedih, sebagai abangnya Lau Raja penasaran dan bertanya kepada sang adik, mengapa engkau menangis Nantinjo? Namun pertanyaan abangnya itu bukan membuat Nantinjo diam malah membuat tangisan Nationjo semakin keras. Lau Raja pun mendekati adiknya, dipeluk dan dihibur adiknya dengan penuh kasih sayang sambil bertanya ada apa gerangan yang membuat hati adiknya begitu pilu dan sedih? Sadar bahwa abangnya begitu sayang kepadanya, Nantinjo akhirnya menceritakan segala penderitaannya dan menunjukkan luka dipunggungnya akibat siksaan yang kerap dilakukan abangnya Limbong Mulana kepadanya.

Tanpa sadar Lau Raja memanggil nama ibunya “Sibaso Bolon” sambil berujar “teganya kamu Ibu, membiarkan putri bungsumu mengalami penderitaan yang begitu berat dan tidak berkesudahan”. Sambil membelai adiknya, Lau Raja mengajak Natinjo pergi dari rumah Limbong Mulana dan ia berjanji akan menyayangi Natinjo. Mendengar ucapan dan janji abangnya, Nantinjo langsung mengikuti ajakan Lau Raja. Akhirnya Lau Raja membawa Nantinjo ke Simanindo Pulau Samosir tempatnya tinggal. Semenjak tinggal dengan Lau Raja. Nantinjo merasa senang, tenang dan bahagia. Nantinjo diberi kebebasan untuk melakukan kesenangannya bertenun walaupun abangnya miskin.

Hari lepas hari berganti, tak terasa Nantinjo sudah mulai berkembang menjadi gadis remaja yang anggun, cantik dan bersahaja. Kecantikan wajah dan sikap Nantinjo yang tidak pernah membedakan teman-temannya semakin menambah harum namanya terlebih dikalangan pemuda. Nantinjo menjadi gadis pujaan semua lelaki baik dikampungnya maupun dari kampung seberang danau toba. Seorang pemuda dari perkampungan (Huta) Silalahi sangat tertarik kepada Nantinjo dan ingin menjadikannya sebagai pendampingnya seumur hidup. Tanpa mengadakan pendekatan kepada Nantinjo, pemuda tersebut langsung meminta kedua orang tuanya untuk segera meminang Nantinjo. mendengar permintaan sang anak, orang tua pemuda tersebut sangat senang dan bangga ternyata putra mereka bemiat meminang bunga desa dari Simanindo.

Tanpa membuang banyak waktu, pihak keluarga tersebut akhirnya berangkat beserta rombongan ke rumah Lau Raja. Dengan maksud untuk meminang Nantinjo yang akan dijadikan istri dari putranya. Setelah mendengar dan mendapat pinangan tersebut, Lau Raja mengundang kedua abangnya Limbong Mulana dan Sagala Raja untuk mengadakan rapat keluarga, untuk menentukan apakah pinangan tersebut diterima atau tidak.

Ternyata, kedua abangnya mempunyai pendapat yang sama yaitu menerima pinangan tersebut. Namun Lau Raja berpendapat bahwa Nantinjo yang harus menentukan keputusan itu, diterima atau tidaknya lamaran tersebut. Kemudian mereka memanggil Nantinjo untuk hadir dalam rapat keluarga tersebut, dan mempertanyakan kepada Natinjo apakah ia bersedia menerima pinangan pihak laki-Iaki dari seberang danau toba itu? Sadar akan keberadaan dirinya yang laki-laki bukan perempuan juga bukan dengan spontan Nantinjo menjawab bahwa dirinya belum siap untuk berumah tangga. Dengan alasan Natinjo ingin menyelesaikan tenunannya terlebih dahulu agar dia bisa memakainya suatu saat nanti jika ia telah siap untuk berumah tangga.

Namun abangnya Limbong Mulana tidak memperdulikan jawaban Nantinjo dan tidak memberikan kesempatan kepada Nantinjo untuk menolak. Katanya “kamu harus menerima pinangan tersebut”. Mendengar paksaan dari abangnya itu tanpa sadar air mata Nantinjo menetes dipipi, dia berpikir tidak akan bisa melawan keinginan abangnya Limbong Mulana. Nantinjo melayangkan pandangan kepada abangnya Lau Raja dengan harapan dapat membela dirinya, namun Lau Raja pun tidak dapat membela adik yang sangat disayanginya itu karena dia sendiripun takut akan amarah abangnya Limbong Mulana. Melihat situasi seperti itu Nantinjo hanya dapat menangis dan menjerit meratapi nasibnya dalam hati.

Hanya Nantinjo sendiri yang tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Ketiga abangnya tidak mengetahui bahwa Nantinjo tidak sempurna dilahirkan kedunia ini sebagai seorang wanita. Nantinjo menolak karena dia menyadari bahwa dia tidak akan dapat membahagiakan calon suaminya dikemudian hari. Nantinjo berusaha berpikir keras, alasan apalagikah yang tepat untuk dapat menolak lamaran tersebut.

Nantinjo terus berfikir, berusaha mencari alasan untuk menolak lamaran tersebut. Akhirnya dia mendapat ide dan mengatakan kepada abangnya: “Saya bersedia menerima pinangan dengan syarat pihak laki-laki itu harus dapat menyediakan emas satu perahu penuh serta uang ringgit satu perahu penuh” Mendengar persyaratan yang diberikan Nantinjo ternyata orang tua calon suaminya siap memenuhi permintaannya itu, bahkan calon mertuanya mengatakan lebih dari permintaanmu kami dapat kami penuhi.

Setelah kedua belah pihak sepakat, pihak lelaki kembali ke kampungnya diseberang Pulau Samosir. Keesokan harinya, pihak laki-laki itupun datang kembali beserta rombongan dengan membawa persyaratan yang diminta Nantinjo, yaitu emas satu perahu dan ringgit satu perahu.

Melihat emas satu perahu dan ringgit satu perahu keserakahan Limbong Mulana timbul, sikapnya langsung berubah lembut kepada Nantinjo. Dengan lembut Limbong Mulana mengatakan kepada adiknya “sekarang kamu tidak memiliki alasan lagi untuk menolak pinangan calon suamimu itu adikku, sebab calon mertuamu sudah memenuhi permintaanmu disaksikan ketiga abang¬-abangmu serta khalayak ramai. Begitu tulusnya calon mertuamu menjadikan kamu sebagai menantu, dan sebagai abangmu yang tertua diantara kami, aku memutuskan bahwa kamu harus berangkat saat ini juga ikut dengan suamimu, Doa Restu dari kami abang-abangmu menyertai keberangkatanmu. Kami mendoakan kiranya Tuhan memberikan kebahagian lahir maupun batin kepada kamu” kata Limbong Maulana panjang lebar.

Dengan hati yang hancur Nantinjo menatap abangnya satu persatu sambil berkata kepada abangnya Lau Raja : “Jikalau memang saya harus berangkat untuk berumah tangga dengan calon suami saya yang bukan pilihan hati saya, tetapi dikarenakan godaan emas dan ringgit satu perahu, ternyata kalian tega memaksa saya untuk berumah tangga, bagiku tidak ada pilihan kecuali menerima namun permintaanku pada abang: ”Kumpulkanlah semua apa yang menjadi milikku termasuk alat yang selalu kupakai untuk bertenun. Bambu turak ini tempat benang tenunku tolong tanamkan di ujung desa ini, suatu saat nanti semua keturunan Bapak dan Ibuku akan melihat dan mengingat saya yang penuh dengan penderitaan.”

Lau Raja memenuhi permintaan adiknya dan berjanji akan melaksanakannya. Nantinjopun akhirnya menaiki perahu kesayangannya dan berangkat meninggalkan kampung itu mengikuti rombongan calon suaminya. Sambil mendayung perahu hati Nantinjo terus gusar. Dia tidak dapat membayangkan apa yang bakal terjadi setelah sampai dikampung calon suaminya nanti.

Kegundahan dan kekalutan pikiran Nantinjo tidak menemukan jawaban, kemudian Nantinjo memohon dan berseru kepada ibunya Sibaso Bolon, “Bu, mengapa ini harus terjadi, seandainya dahulu ibu cerita kepada semua abangnya tentang keadaan Natinjo yang sebenarnya, mungkin ini tidak akan terjadi. lbulah yang bersalah serta Limbong Mulana yang tergoda dengan emas dan ringgit satu perahu”. Dengan hati yang sangat pilu Nantinjo bertanya kepada Ibunya, “masihkah lbu sayang pada putrimu ini? kalau lbubenar-benar masih sayang dengarkanlah jeritan hati putrimu ini yang pal¬ing dalam. lbu! saya tidak mau berumah tangga sebab itu hanya akan membuat aib dikeluarga, Putrimu ini rela berkorban demi nama baik keturunan Bapak dan lbu di kemudian hari. Saya tahu ibu dapat berkomunikasi langsung dengan Yang Kuasa, Pintalah kepada Yang Kuasa agar saya lepas dari penderitaan ini dan persatukanlah saya dengan ibu”.

Mendengar jeritan sang putri yang sangat memilukan hati, ibunya pun meminta kepada Yang Kuasa. Maka seketika itu juga turunlah hujan yang sangat lebat, angin dan badaipun datang menerjang perahu Nantinjo. Gemuruh ombak disertai halilintar turut menangis melihat penderitaan Nantinjo. Akhirnya perahu Nantinjopun tenggelam ditelan ombak danau toba. Nantinjo menemui ajalnya seketika itu juga. Ketiga abangnya yang menyaksikan hal itu merasa bersalah serta takut.

Bahkan setelah Limbong Mulana memeriksa emas dan ringgit satu perahu yang diberikan calon suami adiknya ternyata hanya diatasnya saja emas dan ringgit dibawahnya hanya gundukan pasir dan tanah. Penyesalan yang timbul selalu datang terlambat, apa mau dikata Nantinjo sudah tenggelam ke dasar danau toba.

Keesokan harinya disaat orang masih tertidur pulas Lau Raja pergi kepantai tempat perahu Nantinjo diberangkatkan dengan harapan dapat menemukan adiknya hidup ataupun mati. Ditelusurinya sepanjang pantai namun tidak ditemukan jasad adiknya. Sambil menangis tersedu-sedu Lau Raja meminta dalam hatinya kepada Yang Kuasa agar jasad adik yang disayanginya dapat ditemukan.

Sayup-sayup Lau Raja mendengar bisikan: “Adikmu Nantinjo sudah saya bawa ketempat yang aman, sekarang dia bersama ibumu. Anakku hapuslah air matamu, dan lihatlah ketempat dimana perahu adikmu tenggelam, disitu kau akan melihat satu keajaiban dunia, perahu adikmu akan muncul kembali berupa pulau.“ Inilah sebagai pertanda bagi keturunanku di kemudian hari betapa tulus dan mulia pengorbanan adikmu, tidak pernah mau membuat saudaranya malu dan terhina dihadapan orang“.

Tiba-tiba Lau Raja tersadar dan melihat dimana perahu adiknya tenggelam, dengan rasa kaget dia melihat apa yang dibisikkan oleh ibunya.Timbulnya pulau itu membuat Lau raja merasa adiknya Nantinjo serasa hidup kembali, dan dia berjanji pada diri sendiri bahwa ia beserta seluruh keturunannya harus menjaga dan merawat serta menyayangi pulau itu, sebagaimana dia menyayangi adiknya.Lau Raja memberi nama pulau itu “Pulau Malau”.

Sumber: Disarikan dari sebuah buku oleh Sutan Parlindungan Tanjung