Selasa, 08 Juni 2010

Sada Do Mataniari (Hanya Ada Satu Matahari)


Cerita Mitologi ini dipetik dari “World and I” oleh Jan Knappert berupa cerita pendek berjudul “Why There Is Only One Sun – Mengapa Hanya Ada Satu Matahari”. Jan Knappert adalah seorang professor di Universitas Leuven di Belgia, tentang Bahasa-bahasa Asia dan Afrika. Dan beginilah diceritakan:

Disuatu malam, ketika hari lebih panas diri biasanya, manusia bergerombol pergi ke dataran terbuka untuk menunggu bulan purnama. Dengan wibawanya bulan itu terbit, dan manusiapun menyembahnya:

“Oh, Bulan, ibu dari sepuluh ribu bintang, tolonglah kami! Bebaskanlah kami dari kekuasaan sembilan matahari yang menghanguskan ini.”

Demi untuk kebahagiaan manusia, Bulanpun menanggapi permintaan manusia itu dengan bahasa mereka sendiri:

“Manusia yang terhormat, Saya tidak mampu melawan mahari-matahari itu dalam pertempuran. Tetapi saya akan memikirkan tipu muslihat untuk mengatasi mereka secara licik. Empat minggu dari sekarang saya akan kembali dalam bentuk purnama, dan saya akan memberikan jawaban kepada kalian. Jumpailah saya lagi disini dalam waktu empat minggu lagi.”

Duapuluh tujuh malam berikutnya, orang-orangpun bergabung dipelataran yang sama. Ratusan, bahkan ribuan, telah dating untuk mendengar Bulan berbicara. Dengan penuh sabar mereka berjongkok di tempat itu. Bulan pun muncul dengan purnamanya yang indah itu, dan manusiapun memujanya. Kemudian dia berbicara:

“Hai manusia bumi, saya telah menemukan jawaban atas kesulitan anda, tetapi saya belum dapat mengatakannya sekarang. Sekarang pergilah untuk mengumpulkan daun sirih untuk saya sebanyak yang mampu kamu kumpulkan.”

Sepanjang hari yang kering itu manusia telah belajar menjadi kebiasaan mengunyah daun sirih, untuk mengurangi rasa haus di mulut mereka yang kering terpanggang matahari. Mereka semua pulang kerumahnya dan segera kembali dengan membawa semua daun sirih yang mereka punyai, walaupun mereka menyadari harus pergi tanpa daun sirih berhari-hari lamanya. Setelah menerima semua yang dibawa manusia, Bulan mengumpulkan semua kumpulan awan di langit malam dan mendirikan tembok besar, sedemikian tingginya sehingga semua bintang-bintang yang ceria itu dapat bersembunyi dibalknya. Kemudian, Bulan memasukkan daun sirih kedalam mulutnya dan mulai mengunyahnya, sesering mungkin meludahkannya dan menyerakkan cairan yang seperti darah merah ke segala penjuru langit, sementara mulutnya dan dagunya menjadi merah. Ketika dia sudah bersiap untuk hilang dari pandangan, seluruh kaki-langit terlihat memerah seolah seperti lautan darah yang sedang mengalir. Sebentar kemudia mahari-matahari terbit, yang pertama muncul adalah ayahnya dan kemudian menyusul delapan anaknya. Heran melihat kemerahan di seantero langit, Ayah matahari lantas bertanya kepada Bulan:

Matahari (M): “Kelihatannya ada pembunuhan missal disini. Berapa orang yang terbunuh?”

Bulan (B): “Memang pembunuhan missal benar terjadi,” demikian kata Bulan meringis, sambil membiarkan cairan merah mengalir keluar dari mulutnya sambil terlihat seolah sedang merasakan suatu kenikmatan yang luar biasa.

(B): ”Saya telah memakan semua bintang-bintang anak saya”

(M) “Kau memakan anakmu? Saya memang tak lagi melihat bintang. Bagaimana rasanya?”

(B): “Luar biasa, enak sekali,” demikian bulan menyeringai sambil membiarkan cairan merah itu semaki keluar. “Mengapa kau tang mengikuti seperti aku? Mulutmu jauh lebih besar?”

Rasa lapar ingin membunuh berkecamuk di benak si Matahari tuan. Dia membuka mulutnya yang buas itu dan menyantap anaknya satu persatu.

Sejak saat itu hanya ada tinggal satu Matahari, semakin membesar dan semakin semangat karena kekuatan dari anak-anaknya. Terbakar akan kemarahan, sesal, dan rakus, diapum masih menghanguskan bumi tetapi dia hanya tinggal sendirian. Malam berikutnya bintang muncul lagi, dang Matahari segera menyadari bahwa Bulan telah membohonginya yang membuatnya tergoda untuk memakan anaknya sendiri.

Demikianlah ceritanya, orang Batak mengatakan bahwa Matahari mengejar Bulan dan Bulan selalu menyingkir dari Matahari, atau muncul agak jauh dari Matahari setiap petang. Tetapi pada akhirnya Matahari dapat melewatinya dan mengurangi terangnya. Kemudian bersembunyi untuk beberapa malam, dan selama itulah orang-orang berdoa kepada dewa-dewa:

“Tolonglah jangan biarkan Matahari menang. Kami tak dapat hidup tanpa Bulan. Jangan juga ijinkan Matahari melahap Bulan.”

Untungnya Bulan selalu muncul kembali, kecil lalu membesar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar